Mohon tunggu...
Bagas Prabowo Adi
Bagas Prabowo Adi Mohon Tunggu... Penulis - Teologi | Pemuridan

Studying at Surakarta Christian University, Faculty of Theology | Instagram : @bagasprabowo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Istana Pasir

13 November 2019   00:01 Diperbarui: 13 November 2019   00:12 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini tentang sebuah kepedihan seorang anak yang terlahir ke dalam dunia ditemani oleh kesendirian, seorang anak laki-laki yang telah sejak lahir menghirup aroma dunia ini di dalam kesendirian. Anak itu tidak pernah mengira sama sekali bahwa di dalam hidupnya kesendirian dan kesedihan senantiasa mengikutinya sampai akhir perjalannya.

Dunianya terus bergerak, terus bergerak dengan cepat. Kepergian demi kepergian ia alami, peristiwa demi peristiwa ia lalui. Hingga suatu ketika ia berhenti pada satu titik dimana ia hanya bisa terdiam dengan tangisan di wajahnya, ia melihat kearah sesuatu dimana ia tidak pernah bisa menyentuhnya. Sesuatu itu adalah kenangan, kenangan dari setiap peristiwa yang ia pernah alami, kenangan indah, kenangan bahagia, hingga kenangan yang menghancurkan hatinya serta hidupnya. Ia hanya bisa melihat dengan menangis dan menangis, ia tersadar bahwa ia hanya bisa melihat kebelakang semua kenangan yang ia miliki, tetapi waktu hanya bergerak kedepan.

Baginya kenangan itu seperti istana pasir yang hanya dapat ia lihat, ia tidak dapat memegang atau meletakkan tangannya diatas istana pasir itu, karena saat ia meletakkan tangannya maka istana itu akan hancur, dan tangisan demi tangisan akan mulai mncul. Ia tahu bahwa ia tidak dapat berbuat apa apa kecuali melangkah maju mengikuti sang waktu, disertai kesedihan dan peluh yang senantiasa menetes disetiap langkahnya.

Yaa, saat ini ia sedang melewati bagian tersulit dalam hidupnya yaitu merelakan. Relung hatinya terjebak dalam sebuah jurang yang tidak dapat ia gapai, ia tenggelam di dalam lembah biru yang membuatnya sulit bernafas. Ia sungguh merindukan udara segar saat pertama kali ia datang ke dunia. Kisahnya menghancurkan hati setiap orang yang melihatnya, namun orang-orang itu hanya mau terseret dalam kesedihannya tanpa mengulurkan tangan mereka bagi anak itu.

Namun, kesedihannya berhenti saat ia telah sampai pada ujung perjalanannya. Dimana ia duduk dengan damai sembari melihat sang surya tenggelam dalam garis cakrawala, dan menutup mata disertai hembusan nafas leganya yang menandai akhir dari perjalannya.

Anak itu kini tertidur tenang dalam langkah akhirnya. Sang waktu melepaskan gengamannya dan istana pasir itu kini tak terlihat lagi oleh anak itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun