Mohon tunggu...
M BagasMaulana
M BagasMaulana Mohon Tunggu... Desainer - Profil

Saya Mahasiswa Teknik Informatika Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Waspada, Pembobolan Whatsapp dan Cerita Hacker yang Menjadi Miliader

23 Desember 2019   19:35 Diperbarui: 23 Desember 2019   19:40 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Menurut data survei APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), pengguna internet di Indonesia pada 2017 telah mencapai 142 juta jiwa atau 54,69 persen dari jumlah penduduk di Indonesia. Sehingga banyak yang memakai jasa internet dalam aktifitas sehari-harinya. Penggunaaan internet berdampak positif maupun negatif. Salah satu dampak negatifnya yaitu banyaknya kejahatan dalm hal berinternet atu biasa disebut Cybercrime.

Cybercrime melibatkan komputer dalam melaksanakan kejahatannya. Menurut survei yang dilakukan oleh salah satu aplikasi keamanan yaitu Norton, yang di unggah pada website resminya, disebutkan bahwa dalam setahun terakhir lebih dari 978 juta orang dewasa di 20 negara cybercrime global yang berpengalaman, salah satunya Indonesia dengan total 59,45 juta orang dewasa yang menjadi pelaku Cybercrime. Dan untuk kerugiannya, tidak tanggung seperti yang telah disebutkan juga oleh Norton, total kerugian konsumen yang menjadi korban Cybercrime secara global Indonesia menjadi nilai yang sangat fantastis yaitu $3.2 miliar menurut Symantec Corporation, 2017.

Upaya yang telah dilakukan pemerintah yaitu salah satunya dengan membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Pembentukan BSSN merupakan upaya untuk menata dan mejamin terselenggaranya kebijakan program pemeritah di bidang keamanan siber. Indonesia pun membentuk hukum untuk mengatur Cybercrime, dalam hal ini ada 2 hukum utama yang digunakan yaitu Hukum Telekomunikasi UU No.36/1999 dan Hukum Information Transaction Electronic (ITE) UU No.11/2008.

Akhir-akhir ini, banyak kasus Cybercrime yang terjadi di dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya yaitu, pembobolan Whatsapp menjadi sorotan karena merugukan beberapa orang di dunia. Pada kasus Faustin Rukundo warga negara Rwanda yang kini tinggl di Leeds, Inggris. Ia adalah salah satu dari ribuan korban pembobolan Whatsapp.

April lalu, Rukundo menerima sebuah telepon via Whatsapp dari nomor yang tak ia kenal. Saat panggilannyya dijawab, tak ada suara dari ujung telepon, dan panggilannya mendadak mati. Rukundo saat itu tak menyadari kalau setelah ia menjawab panggilan itu, ponselnya sudah terkontaminasi malware yang bisa menyadap berbagai hal dari ponselnya itu. Kecurigaannya itu mulai timbul setelah ada beberapa berkas hilang dari ponselnya. Kemudian ada panggilan masuk lagi.

"Saya mencoba menjawab namu mereka langsung mematikan telepon sebelum saya mendengar suara apapun,"ujarnya, seperti dikutip Detik INET dari BBC, Jumat (1/11/2019).

Rukundo dan rekan-rekannya adalah satu dari 1.400 orang korban yang menjadi target dari eksploitasi celah di Whatsapp. Ia baru mendapat konfirmasi kalau ia menjadi korban pada minggu ini, setelah menerima telepon dari Citezen Lab, yang berlokasi di Toronto,Kanada. Citizen Lab selama enam bulan ke belakang bekerja sama dengan Facebook untuk menginvestigasi peretasan tersebut, dan mencari siapa saja yang menjadi korbannya.

Spyware yang dipakai ini diduga dibuat dan dijual oleh NSO Group, sebuah perusahaan asal Israel, yang menjual Spyware tersebut ke pemerintah di seluruh dunia. Spyware itu disebut bisa meretas ponsel melalui WhatsApp dan telah menyerang 1.400 pengguna WhatsApp secara global. Spyware ini antara lain menyasar para aktivis, politisi, dan jurnalis. Dilansir dari indiatimes, Spyware adalah istilah yang diberikan kepada kategori perangkat lunak yang bertujuan untuk mencuri informasi pribadi atau organisasi.

Maka dari itu Indonesia pun mewaspadai kejadian serupa terjadi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) masih terus melakukan monitoring lebih lanjut terkait serangan Spyware Pegasus. Hal itu dikatakan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate di Gedung Kominfo di Jakarta, Kamis (7/11/2019).

"Sejauh ini monitoring kami belum terlihat (ada pengguna di Indonesia yang terdampak), tapi tidak bisa saya bilang tidak berdampak. Kalau nanti ternyata ada, bagaimana. Intinya kami lakukan monitoring," kata Johnny di Kantor Kemkominfo Jakarta usai bertemu dengan perwakilan Facebook dan WhatsApp, Kamis (7/11/2019).

Namun perlu kita tau, bahwa menjadi hacker adalah pekerjaan yang menguntungkan, dan kadang di butuhkan oleh beberapa orang yang ahli di bidang nya untuk keamanan dan menunjukkan di mana letak kelemahan sistem keamanan perusahaan tersebut. Tetapi memang banyak sekali yang menyalahgunakan pekerjaan ini dengan tidak sesuai pada kebutuhan maka masuk lah dalam kejahatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun