Sorgum (Sorghum bicolor) merupakan tanaman serealia kuno yang telah dibudidayakan selama ribuan tahun di berbagai belahan dunia. Meski begitu, di Indonesia pemanfaatannya masih sangat terbatas.Â
Padahal, dengan meningkatnya kebutuhan akan diversifikasi pangan dan ancaman perubahan iklim yang memengaruhi ketahanan pangan nasional, sorgum hadir sebagai alternatif strategis pengganti nasi.Â
Keunggulan sorgum terletak pada daya tahannya terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, nilai gizi yang tinggi, serta potensi ekonominya yang menjanjikan.
Tanaman sorgum sangat adaptif terhadap kondisi lingkungan yang keras. Ia mampu tumbuh di lahan marginal dengan kesuburan rendah, tanah kering, dan tingkat salinitas tinggi—kondisi yang tidak mendukung bagi padi atau jagung.Â
Tanaman ini memiliki sistem perakaran yang dalam, yang memungkinkannya mencari air di lapisan tanah yang lebih dalam. Beberapa varietas sorgum bahkan menunjukkan ketahanan luar biasa terhadap kekeringan, dengan kebutuhan curah hujan tahunan di bawah 600 mm (Dicko et al., 2006).
Lebih lanjut, sorgum toleran terhadap tanah asam dan alkalin. Hal ini menjadikannya ideal untuk dibudidayakan di lahan-lahan yang tidak subur dan biasanya ditinggalkan oleh petani.Â
Maka, di tengah tren degradasi lahan pertanian akibat erosi, urbanisasi, dan konversi lahan, sorgum bisa menjadi solusi nyata untuk mempertahankan produktivitas pangan.
Kandungan Nutrisi dan Manfaat Kesehatan
Sorgum memiliki kandungan gizi yang menjadikannya unggul sebagai bahan pangan pokok. Bila dibandingkan dengan beras, sorgum memiliki kelebihan dari segi kandungan protein dan serat.Â