Kue cubit setengah matang dan adonan kue mentah telah menjadi bagian dari tren kuliner yang digemari banyak orang, terutama di kalangan anak muda dan komunitas pecinta kuliner kreatif. Bahkan saya sendiri sewaktu ibu saya rutin berdagang kue pasar, saya dengan senang hati menghampiri ibu saya sedang membawa sendok bersih di kantong celana. Seketika ketika ibu saya meninggalkan adonan kuenya, saya mengambil adonannya dan saya mencicipinya. Enak sekali!
Teksturnya yang lembut dan rasa manis yang tidak terlalu kuat menjadikannya sangat menarik, terutama karena memberikan sensasi "belum jadi sepenuhnya" yang dianggap otentik dan menyenangkan. Namun, sekarang, di balik kenikmatan tersebut, saya menyadari bahwa terdapat risiko kesehatan yang perlu dipahami, terutama terkait dengan keberadaan bakteri patogen dalam bahan mentah seperti tepung dan telur. Kesadaran terhadap aspek keamanan pangan dalam konteks ini penting karena konsumsi makanan setengah matang bukanlah hal baru, tetapi risikonya sering kali diabaikan.
Mari Kita Cubit, oh Maksudnya Mari Kita Bahas
Seperti yang kita ketahui, bahwa pada umumnya, bahan utama dalam pembuatan adonan kue terdiri dari tepung terigu, telur, mentega, gula, garam, atau mungkin menggunakan santan dan emulsifier. Tepung sering kali diperlakukan seolah-olah merupakan bahan yang aman karena bentuknya yang kering dan tidak mudah basi.Â
Namun, pada kenyataannya, tepung adalah produk mentah yang belum melalui proses sterilisasi atau pemanasan yang cukup untuk membunuh mikroorganisme berbahaya. Sebuah studi oleh Neil et al. (2017) menemukan bahwa tepung dapat terkontaminasi oleh Escherichia coli (E. coli) selama proses produksi, terutama jika terpapar oleh kotoran hewan di ladang atau selama penggilingan. E. coli strain O121 dan O26 yang ditemukan dalam kasus wabah ini tergolong patogen yang cukup berbahaya. Ketika adonan kue dibuat tanpa proses pemanasan awal pada tepung, bakteri ini tetap hidup dan berisiko tertelan. Konsumsi adonan dari tepung mentah yang terkontaminasi dapat menyebabkan masalah infeksi saluran pencernaan.
Selanjutnya, yaitu telur mentah atau setengah matang juga menjadi bahan pokok dalam banyak resep adonan kue. Penggunaan telur memberikan sensasi dan rasa yang khas, tetapi telur juga dikenal sebagai salah satu sumber utama infeksi bakteri Salmonella. Menurut penelitian oleh Howard et al. (2005), konsumsi telur yang tidak dimasak dengan sempurna dapat menyebabkan infeksi yang dapat memunculkan gejala demam tinggi, muntah, nyeri otot, dan diare berkepanjangan.
Kasus infeksi Salmonella yang terkait dengan konsumsi makanan berbahan telur mentah telah didokumentasikan dalam berbagai wabah, termasuk dalam produk makanan rumahan maupun industri. Penyakit ini bisa sangat mengganggu produktivitas, karena penderitanya harus menjalani masa pemulihan yang cukup lama, bahkan bisa menyebabkan rawat inap dalam kasus yang berat. Oleh karena itu, di beberapa peternakan yang menjual telur ayam, ada yang menyediakan alat untuk sterilisasi telur misalnya menggunakan teknik pasteurisasi untuk mengurangi jumlah bakteri Salmonella tersebut.
Pada tahun 2016, terjadi wabah infeksi E. coli di Amerika Serikat yang dikaitkan langsung dengan konsumsi adonan kue mentah yang mengandung tepung terkontaminasi. Penelitian oleh Neil et al. (2017) mencatat bahwa 56 kasus infeksi terjadi di 24 negara bagian, dengan sebagian besar pasien melaporkan telah mencicipi adonan mentah sebelum jatuh sakit. Investigasi lanjutan mengonfirmasi bahwa strain bakteri dari pasien dan dari sampel tepung menunjukkan kesamaan genetik, yang menguatkan dugaan bahwa tepung mentah adalah sumber kontaminasi.
Wabah ini menjadi perhatian besar di bidang keamanan pangan karena sebelumnya banyak konsumen tidak menyadari bahwa tepung bisa menjadi media hidup bagi patogen. Dalam responnya, banyak produsen mulai menerapkan perlakuan termal pada tepung untuk produk tertentu, terutama yang ditujukan untuk konsumsi langsung atau anak-anak. Wabah ini juga memicu kampanye edukasi publik mengenai bahaya konsumsi adonan mentah.
Ini Tentang Trend dan Risiko Keamanan Pangan
Di Indonesia, kue cubit dikenal sebagai jajanan kaki lima yang populer di berbagai kota. Cita rasanya yang khas dan bentuk penyajiannya yang kecil menjadikannya makanan ringan favorit berbagai kalangan. Salah satu varian yang paling digemari adalah kue cubit setengah matang, yang bagian tengahnya masih lembek dan meleleh di mulut.
Namun, penyajian setengah matang inilah yang memunculkan risiko. Karena menggunakan bahan dasar adonan seperti tepung, telur, susu, dan gula, tanpa proses pematangan menyeluruh, jadi, potensi kontaminasi bakteri tetap ada. Meskipun belum ada studi ilmiah lokal yang secara khusus meneliti kue cubit sebagai objek penelitian secara spesifik, tapi prinsip-prinsip dasar keamanan pangan tetap berlaku, bahwa makanan yang belum dimasak hingga suhu yang sesuai (70 C ke atas) tetap memiliki risiko adanya kontaminasi mikroorganisme. Apalagi kalau misalnya wadahnya kurang bersih, menjualnya dekat dengan jalan raya, kebayang tuh seberapa banyak debu yang menempel di adonan setengah matang itu.