Puasa di bulan Ramadan bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga momen untuk lebih sadar terhadap pola makan dan bagaimana tubuh kita bekerja dalam kondisi tanpa asupan selama beberapa jam. Di sinilah mindful eating berperan, yaitu konsep makan dengan penuh kesadaran yang dapat membantu kita mengatur pola makan dengan lebih sehat selama bulan puasa.
Namun, bagaimana cara menerapkan mindful eating saat sahur dan berbuka? Apa saja reaksi kimia dalam tubuh saat kita berpuasa, dan apakah berbuka dengan porsi besar atau makanan sangat manis adalah pilihan yang tepat?Â
Apa Itu Mindful Eating?
Mindful eating adalah pendekatan makan yang melibatkan kesadaran penuh terhadap makanan yang dikonsumsi, bagaimana makanan tersebut memengaruhi tubuh, dan bagaimana cara tubuh merespons makanan tersebut (Kristeller & Wolever, 2011). Dalam konteks puasa, mindful eating dapat membantu kita memahami bagaimana tubuh beradaptasi saat berpuasa dan bagaimana kita dapat memilih makanan yang tepat agar tetap bertenaga.
Tiga prinsip utama dalam mindful eating selama bulan puasa adalah:
- Kesadaran terhadap pilihan makanan: Memilih makanan yang kaya nutrisi, bukan hanya sekadar mengenyangkan.
- Kesadaran terhadap porsi makan: Tidak makan berlebihan saat berbuka dan sahur agar sistem pencernaan bekerja optimal.
- Kesadaran terhadap proses makan: Makan secara perlahan dan menikmati setiap suapan agar tubuh dapat mencerna dengan lebih baik.
Sikap Mindful Eating Saat Sahur dan Berbuka
1. Sahur: Menyiapkan Energi Secara Optimal
Sahur merupakan waktu makan yang sangat penting karena akan menentukan bagaimana tubuh dapat bertahan sepanjang hari tanpa asupan makanan dan minuman. Beberapa strategi mindful eating saat sahur meliputi:
- Mengonsumsi makanan dengan indeks glikemik rendah seperti oat, nasi merah, atau roti gandum, yang dapat menjaga kestabilan gula darah lebih lama (Wolever et al., 1991).
- Menambah protein dan lemak sehat dari telur, alpukat, dan kacang-kacangan untuk memperlambat pencernaan dan memberikan rasa kenyang lebih lama.
- Menghindari makanan tinggi gula dan karbohidrat sederhana seperti roti putih dan minuman manis karena dapat meningkatkan kadar gula darah secara cepat dan menyebabkan rasa lapar lebih awal.
- Minum cukup air untuk mencegah dehidrasi, namun tidak dalam jumlah berlebihan agar tidak mengganggu keseimbangan elektrolit tubuh.
2. Berbuka Puasa: Pemulihan Energi dengan Bijak
Ketika berbuka, banyak orang cenderung ingin segera mengonsumsi makanan dalam jumlah besar setelah seharian menahan lapar. Namun, pola makan seperti ini dapat membebani sistem pencernaan dan menyebabkan lonjakan gula darah yang drastis (Ludwig, 2002). Oleh karena itu, mindful eating saat berbuka sebaiknya mencakup:
- Memulai dengan makanan ringan seperti kurma dan air putih, sebagaimana yang dianjurkan dalam sunnah. Kurma mengandung gula alami yang mudah diserap untuk mengembalikan kadar gula darah yang turun tanpa menyebabkan lonjakan yang terlalu tinggi (Al-Mssallem & Brown, 2013).
- Menunggu 10-15 menit sebelum mengonsumsi makanan utama agar tubuh memiliki waktu untuk mengatur kadar gula darah secara bertahap.
- Mengonsumsi makanan yang kaya serat, protein, dan lemak sehat seperti sayuran, daging tanpa lemak, dan kacang-kacangan.
- Menghindari konsumsi berlebihan makanan tinggi gula seperti minuman sirup atau kue-kue manis yang dapat menyebabkan lonjakan insulin secara tiba-tiba dan berisiko meningkatkan rasa lelah setelah berbuka.
Reaksi Kimia dalam Tubuh Saat Berpuasa
Ketika kita berpuasa, tubuh mengalami perubahan metabolisme yang signifikan. Berikut adalah tahapan utama metabolisme tubuh selama puasa:
- Baca juga: Potensi Bekatul dari Pakan Menjadi Pangan
Fase Glikogenolisis (0-12 jam pertama)
- Tubuh menggunakan glukosa yang tersimpan dalam hati sebagai sumber energi utama.
- Hormon insulin menurun, sementara glukagon meningkat untuk merangsang pelepasan glukosa dari hati (Saltiel & Kahn, 2001).
-
Fase Glukoneogenesis (12-24 jam)
- Ketika glukosa dalam hati mulai habis, tubuh mulai memproduksi glukosa baru dari asam amino dan lemak.
- Tubuh mulai meningkatkan produksi keton, senyawa yang menjadi sumber energi alternatif bagi otak.
Fase Ketosis (lebih dari 24 jam)
- Tubuh semakin bergantung pada lemak sebagai sumber energi.
- Keton meningkat, membantu menjaga energi otak dan mengurangi rasa lapar secara alami (Cahill, 2006).