Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Biotechnologist and Food Technologist

Konsultan Manajemen Mutu dan Keamanan Pangan. Penulis Artikel. Berbagi ilmu dengan cara santai. Blog pribadi: https://www.nextgenbiological.com/ Email: cristanto.bagas@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Pentingnya Menjaga Kebersihan Spons Dapur

14 Mei 2025   15:24 Diperbarui: 15 Mei 2025   12:21 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Spons dapur | Sumber gambar: Artem Makarov/unsplash

Siapa di antara kita yang senang mencuci piring? Mungkin jawabannya ada yang tidak senang karena malas atau ada yang akan menjawab senang karena dapat melihat dapur yang bersih. 

Nah, ketika kita membicarakan kebersihan dapur, perhatian kita umumnya tertuju pada benda-benda besar seperti kompor, kulkas, atau wastafel. Namun, ada satu benda kecil yang seringkali luput dari perhatian, meskipun menjadi alat yang sangat sering digunakan dalam aktivitas dapur sehari-hari, yaitu spons cuci piring. 

Spons ini tampak sederhana, tapi di balik bentuknya yang kecil dan ringan, ia menyimpan potensi besar sebagai sarang mikroorganisme berbahaya yang mengancam kesehatan keluarga.

Sebagian besar dari kita mungkin berpikir bahwa spons selalu bersih karena digunakan bersama sabun untuk mencuci piring. Namun kenyataannya, spons dapur justru bisa menjadi salah satu benda paling kotor di dapur. Bahkan ada studi ilmiah yang menunjukkan dan menjelaskan bahwa spons dapur bisa lebih kotor daripada dudukan toilet,karena disebut sebagai "sarang" bakteri.

Mengapa Spons Bisa Jadi Sarang Bakteri?

Secara fisik, spons terdiri dari pori-pori halus yang mampu menyerap air dan mempertahankannya dalam waktu lama. Ketika spons digunakan, ia terpapar air sabun, minyak, sisa makanan, dan suhu hangat dari piring atau air keran. Kombinasi ini menciptakan lingkungan yang lembap dan kaya nutrisi adalah tempat ideal bagi pertumbuhan bakteri.

Menurut studi oleh Cardinale et al. (2017) yang dipublikasikan di jurnal Scientific Reports, spons dapur yang telah digunakan mengandung miliaran bakteri dalam setiap sentimeternya. Beberapa di antaranya adalah bakteri patogen seperti Escherichia coli, Salmonella spp., dan Klebsiella pneumoniae. Bahkan setelah dicuci atau dibilas dengan air panas, bakteri-bakteri ini masih dapat bertahan hidup, karena struktur spons yang kompleks sulit dibersihkan secara menyeluruh.

Lebih mengejutkan lagi, beberapa jenis bakteri patogen tersebut diketahui bersifat oportunistik, artinya mereka dapat menyebabkan infeksi pada individu dengan sistem imun yang sedang melemah. Dalam skala rumah tangga, kontaminasi dari spons ini dapat menyebabkan penyakit saluran pencernaan.

Penggunaan spons yang terkontaminasi dapat menyebabkan kontaminasi silang. Ini terjadi ketika spons yang kotor digunakan untuk membersihkan permukaan atau alat makan, menyebabkan perpindahan mikroorganisme dari spons ke makanan atau alat makan yang bersih. Jika alat tersebut digunakan tanpa proses pemanasan, bakteri bisa masuk ke tubuh dan memicu penyakit.

CDC (2020) menyoroti pentingnya peran peralatan kebersihan dalam transmisi penyakit bawaan makanan (foodborne illness). Kontaminasi silang dari spons ke makanan merupakan salah satu cara utama penyebaran bakteri patogen di lingkungan rumah tangga. Risiko ini lebih tinggi jika spons digunakan untuk membersihkan permukaan yang berbeda tanpa disterilisasi terlebih dahulu.

Apakah Mencuci Spons Sudah Cukup?

Banyak yang percaya bahwa cukup dengan membilas spons dengan air sabun sudah cukup untuk menjaga kebersihannya. Sayangnya, ini adalah anggapan yang keliru. 

Penelitian menunjukkan bahwa spons yang dibersihkan secara konvensional tidak mengalami penurunan jumlah bakteri yang signifikan. Bahkan praktik yang lebih ekstrem seperti memasukkan spons ke dalam microwave hanya memberikan hasil parsial (beberapa bakteri mati, tetapi sebagian lainnya bertahan).

Yang lebih mengkhawatirkan, bakteri yang bertahan ini seringkali adalah jenis yang lebih resisten. Dalam kondisi tanpa pesaing (karena bakteri lain telah mati), mereka bisa tumbuh lebih cepat dan lebih kuat. Alhasil, spons yang sudah "disanitasi" justru menjadi lingkungan yang lebih homogen dan ideal bagi patogen resisten tersebut.

Oleh karena itu, berikut beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk menjaga spons tetap aman digunakan:

  • Ganti spons secara rutin. Sebaiknya spons diganti setiap 7 hari, atau lebih sering jika digunakan secara intens.

  • Pisahkan fungsi spons. Gunakan spons berbeda untuk mencuci alat makan, membersihkan meja dapur, dan membersihkan area kotor lainnya.

  • Jemur spons yang sudah digunakan. Tempatkan spons di tempat yang terbuka dan kering agar kelembapannya cepat berkurang. Hindari menyimpannya di bawah wastafel atau dalam wadah tertutup, karena kondisi tersebut adalah area yang lembab dan sangat mendukung pertumbuhan mikroorganisme.

  • Gunakan alternatif spons. Sikat piring dari plastik atau serat alami dapat menjadi pilihan karena lebih mudah kering dan tidak menyimpan air seperti spons. Misalnya menggunakan serat atau serabut dari tanaman oyong, bisa menjadi alternatif pengganti spons.

  • Rendam spons dengan cairan disinfektan yang berkategori aman untuk makanan (food grade). Selain itu, spons dapat direndam dalam larutan air panas selama 5 menit seminggu sekali.

Pentingnya Kesadaran Sanitasi Spons Dapur

Sebagian besar dari kita, tentu sering mengguanakan spons dapur untuk aktivitas ibaratnya 3 in 1, yaitu untuk mencuci piring, wastafel, dan dapur. Alih-alih mengatakan bahwa sudah menggunakan konsentrat sabun harusnya masih aman dong? Kenyataannya tidak demikian dan sudah saya jabarkan di atas. 

Masih banyak masyarakat yang belum menyadari betapa pentingnya menjaga kebersihan spons. Dalam laporan penelitian oleh National Sanitation Foundation (NSF) International (2013), ditemukan bahwa lebih dari 75% spons dapur yang diuji mengandung bakteri coliform, termasuk E. coli, yang menandakan adanya kontaminasi dari limbah atau bahan makanan mentah. Penelitian ini dilakukan di rumah tangga di Amerika Serikat namun menggambarkan fenomena serupa yang bisa terjadi di rumah tangga manapun, termasuk di Indonesia.

Menurut saya, edukasi secara menyeluruh mengenai sanitasi rumah tangga, termasuk peran spons dalam kontaminasi silang itu perlu ditingkatkan. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan dan Badan POM dapat mengembangkan panduan dan melakukan penyuluhan terkait aktivitas praktis terkait ilmu kebersihan dapur. 

Jadi, selain berfokus kepada MBG, mengapa kita tidak memberikan kesadaran tambahan kepada ibu rumah tangga untuk memiliki kebiasaan "dapur bersih" ? Selain itu, edukasi berbasis komunitas melalui kader posyandu atau program keluarga sehat juga bisa menjadi saluran efektif dalam menyampaikan pesan ini.

Kesimpulan

Spons dapur memang tampak kecil, tetapi memiliki dampak besar dalam keamanan makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Spons yang kotor dapat menjadi sarang patogen berbahaya yang tidak hanya mengganggu sistem pencernaan, tetapi juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius.

Kebersihan dapur tidak hanya diukur dari permukaan yang terlihat, tetapi juga dari perhatian kita terhadap benda-benda kecil yang berinteraksi langsung dengan alat makan dan masakan. 

Dengan kebiasaan sederhana seperti mengganti spons secara teratur, membedakan penggunaannya, dan menyimpannya dengan benar, kita telah mengambil langkah besar dalam melindungi keluarga dari risiko penyakit bawaan makanan.

Ingatlah bahwa keamanan pangan dimulai dari rumah, dan seringkali dari hal-hal yang kelihatan sepele.

Daftar Pustaka

Cardinale, M., Kaiser, D., Lueders, T., Schnell, S., & Egert, M. (2017). Microbiome analysis and confocal microscopy of used kitchen sponges reveal massive colonization with Acinetobacter, Moraxella, and other potential pathogens. Scientific Reports, 7, 5791.

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2020). Food Safety at Home. Retrieved from https://www.cdc.gov/foodsafety/home/index.html

Gerba, C. P., & Kennedy, D. (2007). Enteric virus survival during household laundering and impact of disinfection with sodium hypochlorite. Applied and Environmental Microbiology, 73(14), 4425-4428.

NSF International. (2013). NSF Household Germ Study. Retrieved from https://d2evkimvhatqav.cloudfront.net/documents/2011_NSF_Household_Germ_Study_exec-summary.pdf

Scott, E., & Bloomfield, S. F. (1990). The survival and transfer of microbial contamination via cloths, hands and utensils. Journal of Applied Bacteriology, 68(3), 271-278.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun