Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kaum Muda dan Belenggu Kebebasan yang Terkondisikan

28 Oktober 2019   18:27 Diperbarui: 11 November 2019   09:48 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan; jalan kaum muda merintis kebebasannya.| Dok. Pribadi

Demikian pula dengan pemuda tadi. Meski pilihan itu adalah haknya, segala bentuk konsekuensinya akan dialamatkan kepadanya. Semua orang mencibirnya karena pendidikan yang dijalaninya tidak mampu mengantarkannya ke kehidupan mapan. Padahal, mungkin saja pemuda tadi sudah merasa mapan dengan kondisinya. Namun, lingkungan sekitarnya akan terus menghantui akibat dari pilihan yang dulu dibuat pemuda itu.

Pemuda itu tidak perlu menanggapi apa yang orang lain pikirkan. Ia tetap mampu memberikan kontribusinya tanpa harus tenggelam dalam penyelesalan oleh pilihannya yang keliru. Saya pernah menghadapi beberapa Mahasiswa(i) yang, akibat keliru menentukan pilihan, mengucapkan:

"Maaf, pak, ini karena kelalaian saya." atau
"Mohon dimaklumi, pak, saya tidak tahu kenapa saya bisa seperti ini."

Menanggapi hal itu, saya pun mengajak mereka mendiskusikan pernyataan mereka dengan menimbangnya berdasarkan sepotong Puisi yang ditulis Peter Duff:

Karya sastra seperti puisi mampu memperbaiki konsep kita terhadap sebuah peristiwa.| peter duff
Karya sastra seperti puisi mampu memperbaiki konsep kita terhadap sebuah peristiwa.| peter duff
Ada beberapa hal yang mengganjal di pikiran saya berkenaan dengan pernyataan-pernyataan tersebut. Pertama, mereka memohon maaf dan maklum atas sesuatu ketika lawan bicara belum memberi tanggapan apa-apa.

Kedua, frasa 'kelalaian saya' merupakan bentuk penafian akan kemandirian subjek. Seolah-olah yang kesalahan itu dibuat oleh 'kelalaiannya' dan bukan oleh dirinya. Memangnya kelalaian itu terjadi di luar kuasa dirinya?

Ketiga, klausa 'saya tidak tahu kenapa saya bisa seperti ini' tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sebab predikat 'tidak tahu' tidak bisa disandang secara bersamaan dengan 'bisa' oleh subjek yang sama yaitu 'saya'. Sederhana saja, apakah subjek yang 'tidak tahu' sesuatu kemudian 'bisa' melakukan sesuatu itu? Subjek mungkin saja 'tidak sadar' ketika ia 'bisa' melakukan sesuatu namun tidak mungkin ia 'tidak tahu'.

Taruhlah, gerakan refleks ketika menghadang benda yang membahayakan dirinya. Gerakan itu merupakan respon dari tubuh yang menjadi bagian diri subjek meski saat itu pikiran subjek tidak menyadarinya.

Lalu bagaimana dengan mereka yang seenaknya 'bisa' membuang sampah seenaknya meski 'tidak tahu' bahwa perbuatan itu merusak lingkungan? Nah, begini, mereka mesti 'tahu' membuang sampah sebelum 'bisa' membuang sampah. Jadi, yang mereka tahu itu membuang sampah, masalah akibat kerusakan lingkungan yang mereka 'tidak tahu' itu soalan lain.

Terhadap pernyataan-pernyataan Mahasiswa(i) tadi, saya beri masukan untuk mengubah kalimatnya seperti berikut:

"Saya akui bahwa saya lalai. Jika bapak keberatan, saya mohon maaf." dan
"Saya akan bertanggungjawab atas kesalahan saya, pak. Jika bapak berkenan, saya mohon maklum."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun