Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Konflik Relasi Pakar-Awam: Ulasan Interpretatif atas Matinya Kepakaran oleh Tom Nichols (Bagian Satu)

10 September 2019   19:21 Diperbarui: 10 September 2019   19:44 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi, internet dan media sosial bukanlah biangnya. Semua kembali ke pribadi masing-masing. Kemudahan yang diberikan teknologi membuat kita semakin malas dan terus bergantung pada alat yang kita ciptakan sendiri.

Bagi Tom Nichols, mungkin hilangnya keistimewaan para pakar menandai sebuah progres kemajuan peradaban kita. Akses terhadap pengetahuan tidak lagi dikuasai oleh sekelompok orang tertentu. 

Selain itu, partisipasi publik semakin meningkat dan ruang diskusi semakin beragam. Itu berarti sekat ras, kelas, jenis kelamin, dan kepercayaan tidak lagi menjadi masalah. Namun faktanya, semua hal itu berbanding terbalik dari apa yang kita temui. Pertanyaannya, apa yang salah?

Factoid, Sirkulasi Informasi, dan Kepakaran

Pada bagian pertama The Death of Expertise, Tom Nichols menyebut Factoid (hoaks yang disalahartikan sebagai fakta) sebagai biang perselisihan antara para pakar dengan masyarakat awam. 

Hak mengemukakan pendapat di ruang publik tidak dibarengi keterbukaan untuk menerima pendapat orang lain. Sikap kontradiktif itu disebabkan kondisi psikologis masyarakat awam yang cenderung tertarik dan memercayai pendapat yang hanya sesuai dengan kepentingan mereka sendiri.

Sebaliknya, para pakar yang mendedikasikan waktunya untuk memapankan bidang keahliannya justru cenderung menganggap orang lain juga tertarik pada bidang itu. Mereka juga menganggap bahwa orang lain punya level pemahaman yang kurang lebih sama terkait bidang keahliannya. 

Sayangnya, masyarakat awam tidak punya anggapan positif seperti itu. Satu kesalahan yang dilakukan para pakar cukup untuk meruntuhkan seluruh reputasi dan kepercayaan mereka di mata publik.

Kurangnya penelusuran terhadap sebuah informasi secara utuh dan berimbang hanya akan mengalihkan perhatian ke hal-hal yang justru sama sekali tidak berhubungan dengan hal yang sedang dibicarakan. 

Sebab fokus perhatian itu tidak lagi menyasar tema diskusi; semua orang hanya ingin membuktikan diri sebagai yang paling benar. Malah sampai menyeret jabatan dan kewenangan hanya untuk didengar dan juga untuk membenarkan apa yang mereka sampaikan.

Kritik lalu dianggap ujaran kebencian. Investigasi kasus dianggap sebagai upaya makar yang bisa merusak tatanan. Tidak setuju dianggap melecehkan dan tidak menghormati. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun