Mohon tunggu...
Azwar Abidin
Azwar Abidin Mohon Tunggu... Dosen - A humble, yet open-minded wordsmith.

Faculty Member at FTIK, State Islamic Institute of Kendari. Likes Reading, Drinks Coffee.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Delusi Identitas Ideal: Rasisme yang Mewujud Kebencian dan Kekerasan

20 Agustus 2019   21:35 Diperbarui: 21 Agustus 2019   14:38 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebab jika diladeni, itu berarti meladeni orang yang menderita gangguan mental. Ya, pikiran rasis menunjukkan gangguan psikologis dan agresi verbal serta persekusi terhadap yang lain merupakan indikatornya.

Fantasi yang dihadirkan oleh pikiran rasis akan memicu kekerasan secara fisik terhadap yang lain. Sebab jika kondisi merasa paling benar itu tidak cukup menarik perhatian orang lewat ujaran kebencian, ia akan menunjukkannya dengan kekerasan fisik secara terbuka.

Lihat saja mereka yang suka menghina atau menjelekkan penganut agama lain, mengusir etnis/ suku tertentu dari suatu daerah, atau mereka yang memandang perempuan hanya sebagai objek pelampiasan seksual. Mereka selalu memakai kekerasan sebagai afirmasi delusi pikiran ideal mereka.

Bagaimana hal itu bisa dipastikan? Pembuktiannya mudah saja; beri mereka perhatian. Semakin besar perhatian yang diberikan, semakin sorot kamera dan liputan berita mengarah kepada mereka maka akan mereka akan semakin terpuaskan. Dengan perhatian itu, aksi mereka akan semakin agresif ya karena merasa telah memenangkan simpati publik. Indikasi itu hanya ditemui pada mereka yang mengalami gangguan mental.

Sebab mereka yang waras tentu paham bahwa kebaikan itu universal sehingga tidak perlu didramatisir. Kebaikan akan menyelaraskan kehidupan dan menjaga harmoni dalam interaksi sesama makhluk. Tidak butuh perhatian; tidak memerlukan afirmasi. Kebaikan itu akan menyatukan kesempurnaan penciptaan lewat kepingan mosaik yang bertebaran dalam keberagaman.

Kebaikan akan mempertahankan keberagaman itu sebab dari situlah merekah keindahan. Sebab masing-masing dengan kodrat dan kemampuan kreasinya akan mewujudkan nilai-nilai keTuhanan dalam kontribusi kecil mereka.

Apa yang saya suguhkan merupakan merupakan respon dari tragedi dari persekusi saudara(i) setanah air kita di bumi pertiwi sendiri. Saya pun tidak tertarik untuk membahas latar peristiwanya karena saya tidak punya informasi memadai akan hal tersebut. Bukan kewenangan saya untuk menjelaskan sesuatu yang tidak saya pahami dengan baik.

Tulisan ini lahir dari pembacaan dan kajian terhadap beberapa literatur yang pernah membantu saya memahami kebuntuan argumen fasisme dan rasisme. Beberapa opini saya selipkan untuk menegaskan posisi yang saya ambil dalam peristiwa yang sempat saya sebutkan.

Mengenai latar peristiwa dari tragedi rasis yang menimpa bangsa kita saat kita merayakan peringatan kemerdekaan yang ke-74, saya sarankan untuk membaca tulisan yang terkait dengannya secara teliti dan disikapi dengan arif. Membandingkan beragam sumber dan ikut diskusi dan dialog yang membahas hal tersebut secara mendalam. 

Namun, satu hal yang saya yakini; peristiwa itu merupakan sebuah tragedi. Berawal dari potensi rasis masing-masing dari kita yang dilepaskan secara liar oleh sebagian dari kita. Ya, kita semua punya potensi mewujudkan rasisme itu menjadi kebencian dan kekerasan terhadap sesama.

Yang patut kita waspadai, seperti pesan kakanda Muhammad Al-Fayyadl, persekusi etnis/ suku yang dialami oleh saudara(i) kita dari Papua justru disambut dengan viralnya video salib Ustad Abdul Shomad. Perlu dicurigai, ada otak-otak fasis nan rasis yang ingin memanfaatkan situasi tersebut untuk mencederai harmoni keberagaman yang sudah terpatri di jiwa bangsa. Patut kita waspadai dengan arif memeriksa sekaligus menanggapi informasi yang sampai ke kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun