Bu,
Apakah duren di pekarangan rumah
Sudah ada yang mekar
Wanginya masuk ke bilik kamar masa kecilku?
Apakah tupai masih banyak berkejaran
Berlari-lari melintasi dahan duren petruk
Loncat ke pohon rambutan mengikuti ayunan ranting
Lalu meloncat ringan ke batang kelapa kopyor
Dan berlarian untuk masuk sembunyi
Ke sarangnya di pangkal  serabut buah kelapa
Masih ada?
Semoga beranak pinak
Mereka kawan kecilku yang setia.
Bu,
Apakah pohon sirsak  masih banyak buahnya
Apakah pohon putri anjing yang langka
Masih menumbuhkan buah-buah manisnya
Di batang bagian bawah
Juga menyembunyikannya dalam tanah
di dasar batangnya?
Ah, Ibu
Aku jadi malu
Lupa bersapa adamu
Khilaf berkirim raga ini ke kampung,
Menemani hari hari sepi
Bercengkrama salam sapa
Dengan saudara
Kawan karib
Tetangga satu jiwa
Semoga guyub rukun
Masih jadi warna utama setia kawan
paseduluran selamanya
Bu,
Apakah hujan masih jatuh
Membasahi pipi padi dahaga
Menciumi setiap kembang sepatu merah
Kuning
Putih di teras bilik rumah  panggung
Di kampung tersepi
Yang kau jaga sepenuh hati
Dengan riuh rindu tak terkata
Setahun ini
Ibu
Hujan jatuh rinai
Gundah suntuk mudik,
Di halte
Di jalan arteri
Di tol kota
Ibukota bila sudah menangis
Rindu kampung
Semua warganya histeris ,
Jas hujanku basah oleh kangen
yang terfermentasi
Di normal baru ini
Ibu
Lidahku menggigil manis asem
Tape ketan hijau biru
Di bungkus daun pisang
Yang kau peram matang
Selama ramadan ini
Penantianmu
Cuma satu
Bertemu aku
Memeluk kami,
Bu
Langit di cilada
Cuma dihias bulan sepotong
Menuntaskan malam tanpa ceritaÂ
Pengantar tidurmuÂ
Sepotong nasi bakar teri
Jadi pengganjal penghujung imsak
Sahur
Dalam perjalanan tugas kemanusiaanÂ
Jalir tuirn naik cihideung sukabumi
Kemudian penuh memori baik
Tentang suaramu
 yang menenangkan gelisahku
Tentang kidung kidung
Pengantar tidurku dulu
Perjalanan membelah malam
Cukup jauh dari tugu monas
Tapi tidak mengarah teras harapmu
Membuatku kelu
Membiru
Tenggelam
Dalam kabut dini pagi
BuÂ
ramadan ini penuh cerita
Akan kesabaranÂ
Yang kau tenun
Yang kau rajut
Yang kau pintal dengan sabar,Â
Dari selembar benang niatan
Dengan jarum welas asihmu
Batinku jadi utuh tertata
Sulamanmu jadi jaket
Jadi topi
Jadi kaos hangat pelindung
Saat super dingin
Menggigit tulang begini
Bu
Betapapun jarak menyekat hati
Kalbu
Isi hatiku
Justru semakin dekat
Melekat pada mata sabarmu
Rambut hitam panjangmu
Pada kain kain jarik batik
Ayunan
Gendongan masa kanakku dulu
Bagaimana mungkin
Kumelupakan segala kejuanganmu
Dan tega tak pukang
Bu,
Mudik ke hatimu
Adalah tujuan hidupku
Komps perjalanan tualang hati
Tak berjeda,Â
Bukankah isi hidup ini
Hanya cinta,Â
Kalaulah ada airmata
Justru karena bahagiaÂ
Biasanya
Hiburmu
Di saat tersulit hidupku
Bu
Maaf lahir batin
Walau tubuh ini tak bisa pulang
Batinku sudah hadir
Menemani saurmu
Sejak malam nuzulul quran
Sejak sendu lailatul qodar
Berlalu
Bu
Semoga engkau sehat
Dan bahagia
Di lebaran tersunyi abad ini,
Sembah sungjkem kami
Anak anak patriotis penjaga negeri
Pencegah ritual massal
Demi mencegah tsunami pandemi
Bu
Semoga kedua vaksin
Yang sudah tertanam di ragamu
Bisa menahan demam bertemu kita,
Mohon doamu
Langit negeri kita
Segera biru
Oleh kabar baik
Jinaknya keliaran
Kabar buruk
Kemarin
Bu
Tak sanggup aku menyelesaikan
Surat  pengganti sembah sujudku
Sesak dada ini
Penuh bungkah gelegak batu es
Hancur leburÂ
Mencair..
....