Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Terpojok Berdua Di Bukit Ulat Sutera Karang Awu

23 November 2020   12:33 Diperbarui: 24 November 2020   08:09 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kepompong ulat sutera (foto Noroyono) 

Dari tiap kepompong ulat sutera putih yang kita belah, keluarlah ulat sutera coklat yang sesungguhnya belum tuntas bertapa. Niat mereka berubah jadi kupu kupu indah,  gatot, alias gagal total.  Tersedak nafas mereka,  mati muda.

 Paling jadi sup ulat sutera sedap Bumbu rempah sederhana yang menyegarkam badan.  Nanti dimasak pakai kayu bakar, dan semua warga Dusun Karang Awu bahagia menikmatinya.  

Tidak selalu kematian melahirkan kepedihan,  meneteskan tangis,  justru kematian gagah ulat ulat sutera putih,  syahid,  menghidupi kampung kami. Kisahmu ceriwis,  sambil tanganmu tak berhenti membelah kepompong,  mengeluarkan ulat yang berdenyut sejenak,  lalu mati. 

 Menusuk kepompong kosong dengan duri jarum,  dan menyatukan kepompong putih jadi rangkaian kepompong putih, seperti kalung dewa dewi,  yang siap di proses jadi benang sutera, bahan kain alami termahal saat ini. 

"Sudah Mas Bagas nggak usah bantuin,  temani aku saja, sebenarnya aku takut,  hari sudah sore,  kita masih di dangau,  punggung bukit Senggara,  semoga nggak hujan",pinta Nuning sepenuh hati dengan mata yang membelalak indah. Laki laki mana,  mampu menghindar dari kerjapan mata indah,  kembang Dusun,  berwajah lonjong layaknya sarang lebah menggantung. 

"Tapi Dik Nuning,  apa kata orang orang dusunmu,  nanti saat kita hanya berdua,  di tempat sepi begini,  bukankah.. ", tuturku resah. Takut digropyok warga,  sebagaimana pengalaman teman temanku saat iseng berdua dengan gadis yang baru dikenalnya.  Saat tracking melintasi bukit gunung.

"Kenapa Mas Bagas,  takut digropyok ya sama orang sini? ", sergah gadis berkebaya bubga bunha kuningbmerah,  dan berjarit batik itu,  seperti menebak pikiranku.  Aku tersenyum,  menyembunyikan rasa takutku.  Pikirku,  aku akan pebih banyak untungnya,  bila digropyok warga lalu kawin hansip.  Rejeki besar.  Tapi aku kan belum minta restu ibu bapak.  Beliau yang sangat mengutamakan bibit bobot bebet bisa jantungan,  melihat menantu ayunya yang ditemukan di antah berantah.  Kaki gunung berhutan rimbun ini. 

"hmm,  memang kalau kita digropyok,  kamu iklas jadian sama aku Dik? ",tanyaku hati hati,  sambil mengelus punggung tangannya yang lembut berkeringat,  lelah membelah ratusan kepompong putih bulat sutera nan malang. 

"Aku iklas,  bisa dapat orang kota yang baik kayak mas,  daripada dikawinkan sama juragan Harto,  tuan tanah, rentenir,  penguasa pegunungan Kamojang ini, istrinya delapan,  aku mau dijadikan yang kesembilan, ogah kan Mas.",terang gadis ayu itu,  sambil matanya berkaca kaca.  Aku tak ragu lagi memegang kedua belah tangannya dan menyatukannya dalam genggaman tanganku. 

"Darimana kamu tahu aku baik dan layak jadi suami dik? ", tanyaku menyelidik. 

" Ya,  Mas Bagas,  menemaniku dari pagi,  dan aku aman,  nggak diapa-apain", cetus Kembang dusun itu lucu,  sekenanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun