Mohon tunggu...
Saufi Ginting
Saufi Ginting Mohon Tunggu... Penulis - Pegiat Literasi

Pendiri Taman Bacaan Masyarakat Azka Gemilang di Kisaran, Kabupaten Asahan Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Imlek dan Kenangan pada Lelaki yang Pernah Gagah

27 Januari 2022   10:46 Diperbarui: 27 Januari 2022   10:52 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aneka aksesori Imlek 2022. Foto diambil di Toko Sumber Murah Jl. Cipto Kisaran. Dokumen Pribadi

Mengingat Imlek 2022, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya menjadi hal yang menyenangkan dan pula menjadi ingatan yang menguraikan air mata bagi diri ini. Apa sebab?

Sejak muda, ayah pekerja keras di tempat tokenya yang Tionghoa. Meski sebagai buruh di sebuah kedai tempat berjualan sembako, ayah tetap menikmati pekerjaannya di pajak (secara umum di sebut pasar) di Jl. Cipto. 

Kadang-kadang, bahkan kami tak tahu jam berapa ayah pulang ke rumah di malam hari. Sebab kami si anak-anak kecil itu sudah tertidur dengan lelap. Esok pagi, setelah sarapan bersama, aku kebagian jatah untuk dibonceng ayah dengan sepedanya, beliau mau berangkat kerja lagi, dan aku ke sekolah, di SD Negeri.

Aku teringat ayah pernah bercerita, semasa masih muda, di pangkuan ayahlah toke ayah yang pertama meninggal karena sakit. Ayah yang memangkunya, mengangkatnya. 

Saat itu, toke yang periode kedua, masih SMA. Otomatis, pasca berpulangnya toke pertama  dan digantikan anaknya, mereka menempatkan kepercayaan yang luar biasa kepada  ayah kami.

Aneka usaha selain berjualan sembako, ayah yang tahu alurnya. Menyimpan uang di bank puluhan juta, dengan mendayung sepeda, dan pakaian berbau keringat dan aroma bawang, dipercayakan kepada ayah. 

Mengambil sarang burung walet, pada masa lalu menjadi usaha yang sangat menjanjikan, ayahlah ahli yang mereka percayakan. Bahkan untuk urusan bangunan, ayah menjadi mandor sekaligus pekerjanya.

Tentu, semua dilakoni ayah dengan tekun. Dari semua pekerjaan itulah kami bisa bersekolah, makan, hingga membeli pakaian. Meski urusan memanjat saat mengambil sarang burung walet di dalam bangunan yang lembab, ayah berulang kali terjerembab. Inilah penyebab ayah tak dapat lagi bekerja di kemudian hari, bahkan jalannya semakin payah. Keras sekali kerjamu, ayah.

Tak ada kata lelah yang pernah terdengar, ayah selalu tersenyum. Meski kemudian aku sadar setelah sebesar dan setua ini, betapa berat beban ayah menyekolahkan kami. Semoga Allah melapangkan selalu kuburmu, selalu bercahaya, dan kelak berkumpul kita di sana, ya Ayah. 

Banyak hal yang memang menurutku menjadi kebahagiaan sepanjang ayah bekerja pada toke beliau itu. Ada saja oleh-oleh yang dibawa ayah dari tempat beliau bekerja. Buah apel sebuah, buah kelengkeng yang telah dikalengkan, anggur se plastik kecil, dan buah-buah yang tak pernah kami makan sama sekali. Buah-buah itu, kata ayah adalah oleh-oleh saat toke beliau baru pulang dari luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun