Pukul 08:30 aku mulai registrasi mengisi formulir data pribadi dan barang bawaan dengan menaru jaminan ktp yang di titipkan di pos regristasi. Harga untuk satu orang terbilang standar yaitu untuk satu hari pendaftaran mendaki dengan nominal 25k. Setelah melakukan regristasi aku mulai berjalan mendekati pintu rimba pendakian gunung Lawu via cemara sewu.
Estimasi pendakin jalur ini terbilang extrim dan tidak d sarankan bagi para pemula seperti aku ini, di karnakan jalur pendakian nya yang sangat curam juga bebatuan sepanjang perjalanan menuju pos 5 nanti. Tetapi ini bukan alasan kau untuk berhenti untuk putar balik, karena apapun rintanganya selagi masih dalam kondisi yang prima juga di dukungnya dengan mental yang kuat aku kan terus berjalan sampai puncak dan kembali dengan selamat.
Pintu rimba aku lewati dengan mengucapkan bismillah untuk memohon keselamatan dalam melakukan pendakian ini. Setelah melewati pintu rimba jalur cemoro sewu ini memang benar full susunan batu yang menanjak seperti tidak alami
pos 1 sangat tidak ramah, pos 2 apalagi , pos 3 alhamdulillah ada bonus landai tapi dikit banget, dan pos 4 adalah jalur yang sangat tidak bersahabat sekali. Terlalu curam untuk pemula seperti aku, jalur dengan kemiringan hampir 90 derajat dan bebatuan besar yang menjadi iconic jalur ini. Tetapi alaupun curam dan extrime aku di suguhkan pemandangan yang indah sebagai bonusnya. Aku berdiri setara dengan awan putih yang berselir silih berganti penampakan bukit Mongkrang pun terlihat jelas menemani keindahan nuansa di sore itu.
 medan jalan pos 4 yang menjadi keluhan untukku bahkan untuk semua pendaki yang melintas pos 4 ini karna curam dan berbatu abstrak. aku berlabuh di pos 5 ... sebuah perjalanan panjang, trek dengan kemiringan hampir 90 derajat itu cukup menguras tenaga dan mental.. sampai pada akhirnya sunside membuatku terkejut dan kabut pun ikut serta mendatangiku.. aku bergegas mendirikan tenda serta tak lupa pula untuk memasak. karna hawa yang semakin dingin, sudah berada di batas vegetasi dan udara yang semakin menipis itu sangat berbahaya... aku bergegas untuk mendirikan tenda dan memasak makanan hangat... seusai makan, aku tidur sampai pukul 03:00, aku terbangun lalu mencoba mengecek keadaan di luar, ternyata hal indah menghampiriku. dari bintang-bintang yang berkilau, dan keadaan gelap yang hening menemaniku seakan akan aku ini penyangga bagi kehidupan,,, bersorak ria hatiku mengucap asma Tuhan ,, hingga menjelang subuh, aku bersiap untuk summit, menyeduh kopi, membawa haedlamp dan pakaian hangatku.
Aku bergegas keluar dan berjalan sekitar 15 menit ke arah puncak.. sampai akhirnya, aku menapakkan kaki di puncak lawu 3250 mdpl. Begitu indah alam semata ini, membuat terdiam sejenak, untuk mengapresiasi diriku sendiri dan puncak lawu menjadi saksi bisu tentang manusia yang memiliki idiologi yang abstrak, sifat yang tak terbentuk, tujuan yang benar-benar kosong dan sebuah ambisi yang hampir padam ....
Entah dalam perjalanan ini, aku masih sangat lugu, ambisiku masih menetap pada puncak yang seharusnya aku turun, yang seharusnya tujuanku itu kembali, bukan menetap pada atap yang aku pun sudah mencicipi dinginnya batas vegetasi, dan bisa saja aku mati jika aku tetap berada di sana.
     Pada akhirnya aku menyadari dalam sebuah perjalanan ini. Aku merasakan sebuah tujuan yang kaki ini butuh pemberhentian, badan ini butuh serapan" kehangatan dari lapisan kain yang tebal, dan otak ini butuh sebuah pemahaman dari keadaan sekitar. yang mungkin membuatnya berpikir, bahwa ketenangan itu sebuah nikmat yang tidak semua orang bisa merasakan hal itu.
Namun dalam hal itu tidak lain adalah " konsep seorang anak muda yang memiliki tujuan untuk tumbuh, sebuah pengalaman-pengalaman misterius dan tragedi yang tak pernah di  inginkan. dalam kehidupnya harus merasakan sebuah kepahitan yang tak pernah dia duga akan terjadi ke dalam hidupnya, ke ambangan pencapaian yang dia rasa itu hampa, jiwanya terhempas dalam savana luas dan ke sendiriannya terpendam dalam arca batu.
Mendakilah sampai kau bisa melewati batas vegetasi, mendakilah dengan langkah kaki yang kau pun sanggup untuk kembali, puncak adalah destinasi perjalanan lelah, tapi kembali turun sebuah kewajiban untuk mempelajari arti dari sebuah pengalaman.
Entah aku harus pergi dengan siapa, sudah terlalu biasa bagiku menjalani kesendirian ini, kusadari alurku deras, tiupan anginku membekas, naluriku terkuras lepas, dan hatiku sulit ku utas. Menuliskan sebuah tinta di atas kertas lebih mudah bagiku. dari pada harus mencari kuping yang tak bisa mendengar uraian-uraian cerita bekas.