Good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik merupakan fondasi utama bagi terciptanya birokrasi yang transparan, profesional, dan akuntabel. Prinsip ini mengharuskan seluruh proses pengambilan keputusan dalam pemerintahan dilakukan secara terbuka, adil, dan berorientasi pada pelayanan publik. Namun, idealisme tersebut seolah tercoreng dalam praktik jual beli jabatan yang melibatkan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari dan suaminya, Hasan Aminuddin, yang juga merupakan mantan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.
Modus dan Dampak Kasus Jual Beli Jabatan
Dalam kasus ini, setiap calon Penjabat Kepala Desa (Pj Kades) diwajibkan menyetorkan uang sebesar Rp 20 juta untuk dapat dilantik dalam jabatannya. Dari 18 calon yang mengikuti proses tersebut, total suap yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp 360 juta. Skema ini tidak hanya mencerminkan praktik korupsi, tetapi juga mengungkap betapa rawannya penyalahgunaan wewenang di tubuh pemerintahan daerah.
Tindakan ini secara langsung melanggar prinsip good governance, karena jabatan publik seharusnya diberikan berdasarkan kompetensi dan prestasi, bukan melalui transaksi uang. Praktik semacam ini merusak sistem meritokrasi, menurunkan profesionalisme birokrasi, dan yang paling parah, memupus kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pemerintahan.
Ancaman Serius terhadap Tata Kelola Pemerintahan
Praktik jual beli jabatan merupakan pelanggaran serius terhadap nilai-nilai good governance. Pertama, hal ini mencerminkan adanya penyalahgunaan kekuasaan yang sistemik. Kedua, perekrutan yang didasarkan pada transaksi finansial, bukan merit, mengarah pada terbentuknya birokrasi yang tidak kompeten. Ketiga, lemahnya pengawasan dan ketidaktegasan dalam penegakan hukum memungkinkan praktik serupa terus terjadi di daerah lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan reformasi birokrasi yang menyeluruh dan konsisten. Tidak hanya sebatas regulasi, tetapi juga perbaikan sistem pelaksanaan serta mekanisme kontrol internal dan eksternal.
Strategi dan Solusi untuk Memperbaiki Sistem
Beberapa strategi kunci yang bisa diterapkan pemerintah antara lain:
- Penerapan sistem rekrutmen yang transparan dan terbuka, sehingga masyarakat bisa mengakses informasi dan mengawasi proses seleksi jabatan.
- Penguatan sistem meritokrasi untuk memastikan bahwa jabatan publik hanya diisi oleh mereka yang berkompeten.
- Sanksi tegas bagi pejabat yang terbukti melakukan jual beli jabatan, sebagai bentuk deterrent effect bagi pelaku lain.
Penegakan hukum yang konsisten menjadi bagian penting dalam memperkuat kembali kepercayaan publik. Tanpa konsistensi dalam penindakan, prinsip-prinsip good governance hanya akan menjadi jargon belaka.
Tantangan dalam Implementasi dan Upaya Pembenahan
Tantangan besar yang dihadapi, seperti rendahnya integritas kepala daerah dan ASN, serta belum efektifnya pengawasan terhadap proses pengisian jabatan. Walaupun sistem merit mulai diterapkan, pengawasan baik dari sisi internal maupun eksternal masih belum optimal.