Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lampu Penerang Jalan dan Perempuan Bergaun Merah

21 Desember 2021   11:15 Diperbarui: 21 Desember 2021   11:19 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ia barangkali terlalu banyak, mendengar, menyaksikan, sedari pagi buta, sedari cahaya mulai beranjak keluar, bahkan hingga malam dan gelapnya yang merayap menutupi langit dengan sempurna, ia tetap mendengar, menyaksikan, sepotong jalan itu, dengan deru mesin kendaraan, riuh klakson bersahut-sahutan. Barangkali ia terlalu jemu. Atau barangkali juga ia tiada pernah jemu, atau barangkali tiada seorangpun yang tahu, atau barangkali tiada yang pernah benar-benar peduli. 

Namun tetap ia di sana. Berdiri dengan tegap. Dibiarkannya siang dan malam berganti, dibiarkannya dingin yang menusuk,  hujan badai mengamuk dan panas matahari membakar, di sana. Ia tetap setia. Biar debu dan hujan asam membuat batang tubuhnya perlahan berkarat, ia tetap di sana. Berdiri dan mengamati dengan tenangnya. Menjadi saksi. 

Tak peduli pagi, siang, sore, atau kala kelam malam sempurna membunuh cahaya matahari, Ia di sana, tetap di sana. Menjadi saksi berbagai kejadian. Bagaimana orang-orang lalu lalang setiap hari, saling caci-maki sepanjang perjalanan, bagaimana di sudut tikungan sana seringkali terjadi kecelakaan, orang-orang mati setiap hari, laki-perempuan, tua-muda, baik dalam kondisi tubuhnya utuh ataupun telah tercerai berai dan ramai-ramai orang merubungi bagai melihat sebuah pertunjukkan yang begitu seru. Mengabadikannya dalam sebuah video dan foto, juga tak lupa berganti-ganti hilir-mudik sirine mobil patroli polisi atau raungan sirine ambulans, tapi ia bergeming, tetap mendengar dan menyaksikan, tanpa dapat berbuat suatu apa.

Malam-malam kelam itu adalah waktu, di mana  matanya dan telinganya jadi lebih peka. Begitulah ia selalu di sana. Menjadi saksi,  mendengar, berbagai macam suara dan kejadian. 

Misalnya saja, desah-desah perempuan yang mengerang keenakan, di bawah tempatnya berdiri, seorang perempuan tengah digarap disamping mobil truk atau angkot yang berhenti di pinggir jalan itu. Ia di sana. diam dan mengamati, mencium bau keringat dan sperma yang begitu busuk dan memuakkan, lalu melihat pula bagaimana wajah-wajah buas penuh nafsu sopir-sopir berganti-ganti. Ia menjadi saksi, bagaimana lemah tak berdayanya perempuan-perempuan bisa bertelanjang melepaskan harga diri sebagai sebuah pakaian, yang katanya semua itu dilakukan  hanya demi sesuap nasi. 

Yang terlihat dalam pandangannya bahwa perempuan-perempuan itu sama-sama menikmatinya, tertawa-tawa, merokok dan minum-minum bersama. Kadangkala bahkan perempuan-perempuan itu tak dibayar, bahkan tak jarang mereka terluka, dipukuli para sopir-sopir tak jelas asal dan tuju itu. Tapi betapapun pedihnya, lagi-lagi ia hanya di sana. Tak dapat melakukan suatu apa. 

Pernah juga suatu malam ia menjadi saksi sepeda- sepeda motor terjatuh dan pengendaranya berputar-putar terjungkal di aspal. Itu ketika sebelumnya, beberapa pemuda tanggung sengaja membentangkan tali untuk menjeratnya. Seorang dari mereka mengambil sepeda motor itu lalu pergi. 

Sementara yang lain, memotong-motong tubuh lelaki itu tanpa punya rasa ngeri, lalu membiarkannya dalam karung di sana. Sampai esok harinya ramai orang-orang berdatangan menyaksikan, deru sirine mobil patroli dan ambulans hilir mudik lagi, dan bentangan garis kuning diikatkan pada tubuhnya.

Lain malam ia juga pernah melihat kejadian yang ia akan terus sesali sepanjang hidupnya. Dua orang laki-perempuan, berbonceng sepeda motor dari ujung jalan sana, berhenti tepat di depan ia berdiri, meninggalkan kardus berisi bayi, lalu pergi tak kembali lagi. Meninggalkan kardus itu selamanya di sana. Dan begitulah Sepanjang malam ia hanya bisa meratapi diri, mendengar dan terus mendengar, tanpa bisa berbuat apa-apa. 

Sepanjang malam terdengar tangis bayi yang berada dalam kardus itu, melihat kardus itu tertutup dan terbuka, dibayangkannya makhluk kecil lemah itu meronta, dengan tubuh ringkihnya, mencoba bertahan dalam udara malam yang begitu dingin dan menusuk. 

Lalu ketika kardus itu berhenti bergerak pada sebuah fajar. Ia tahu. Dan ia berteriak sekeras-kerasnya, ketika keesokan harinya ramai orang-orang berdatangan menyaksikan mengambil video dan foto sesuka hatinya, lalu lagi-lagi terdengar deru sirine mobil patroli dan ambulans hilir mudik lagi, dan bentangan garis kuning diikatkan pada tubuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun