Sore itu Pono melihat seorang perempuan bergaun merah di tepi danau, sedang menikmati mentari terbenam di ujungnya.Â
Lelaki kurus itu berpaling untuk membeli kopi instan dan menyulut rokok, lalu memperhatikan kembali si perempuan yang tadi dilihatnya. Sedang enak-enaknya menikmati isapan rokok dan kopi, kemudian ia melihat si perempuan, terjun begitu saja, ke dalam air danau dan tenggelam.
Lelaki kurus itu tidak keheranan, melainkan menunggu dan menunggu di tepi danau, sampai kemudian si perempuan keluar dengan sinar terang dalam genggamannya.Â
Perempuan itu begitu bersinar, Pono masih memperhatikannya, di antara orang-orang lain yang sama sekali tak peduli pada perempuan itu.
"Hei! Hei, kamu! Lihatlah Akhirnya aku dapat meraih mentari terbenam."
Pono menyapanya, ingin melihat cahaya dalam genggamannya. Cahaya itu begitu menyilaukan mata. Begitu putih bersih. Saat perempuan itu kemudian hendak pamit pergi sambil menggenggam cahaya mentari terbenam, Pono masih sempat menanyakan namanya,
"Panggil saja Pono." jawab si perempuan sambil berlalu pergi, menyisakan tanda tanya dalam kepala Pono.
Pono begitu tertarik oleh sinar terang matahari terbenam itu. Lalu mencoba lari mengejar, tapi perempuan itu begitu cepat menyeberang, sampai kemudian masuk ke tengah kerumunan orang-orang di sebuah pasar.
Pono terus masuk ke dalam Pasar, melihat semua orang berwajah sama. Begitu kebingungan ia dibuatnya. Mereka memiliki wajah persis dengan wajah perempuan yang tadi dilihatnya. Pakaian, ukuran tubuh, jenis kelamin, usia, barangkali bisa berbeda, namun wajahnya tetap sama. Pono menanyai mereka satu per satu.
"Kamu yang bernama Pono?"
Semua orang yang ditanyainya mengangguk, dan ia makin kebingungan. Ia terus masuk ke dalam pasar dan melihat sosok perempuan itu. Ia mengenali pakaian yang dikenakannya, perempuan itu mengenakan gaun berwarna merah, dan lebih yakin lagi, sebab terdapat cahaya mentari terbenam dalam genggaman tangannya.