Ketika saya beberapa hari yang lalu memutuskan meninggalkan gunung-gunung tinggi, untuk ikut berkelana seperti orang-orang yang mengasingkan diri, entah mengapa tempat pertama yang ingin saya tuju adalah sebuah perkampungan bernama Pasir Angin. Mungkin karena saya begitu tertarik dengan ceritanya yang katanya tersohor itu.
Menurut cerita orang-orang yang mengasingkan diri, perkampungan itu berada di tengah padang pasir gersang yang begitu luas. Kabarnya di sana ada sebuah sumur yang bila seseorang meminum airnya, ia takkan dahaga selamanya. Namun, hanya orang-orang yang bisa membuang ketertarikan diri akan sumur itu, yang bisa menemukannya.
Sial. Bagaimana caranya saya mampu membuang ketertarikan diri? Sedang sedari mendengar cerita dari mereka, pikiran saya sudah mencoba menerka wujud dari sumur itu. Barangkali nampaknya memang mustahil menemukannya. Saya hendak mengurungkan niat saya, tapi lagi-lagi menurut orang-orang yang mengasingkan diri, untuk dapat menemukan kampung itu berserta sumur ajaibnya tidaklah diperlukan sebuah niat.
"Kau hanya perlu menggunakan kaki,"
Saya mencoba memahami, tapi barangkali saya tidak benar-benar memahami. Karena semakin ingin memahami saya malah makin tidak memahami. Karena kata orang-orang yang mengasingkan diri itu, saya juga tidak perlu memahami apa-apa.
Untuk pergi berkelana, tentu saja menurut petunjuk dari orang-orang yang mengasingkan diri, saya haruslah  membawa perbekalan. Semua orang yang pergi berkelana selalu membawa perbekalan, dan mereka mengingatkan saya untuk jangan pernah singgah terlalu lama, dan janganlah pernah menjadi seorang yang terlalu dahaga. Panas mungkin akan menyiksa, tapi orang-orang yang mengasingkan diri itu begitu baik hati dan tulus menyiapkan bekal untuk saya. Salah seorang dari mereka mengambil secarik awan mendung di atas puncak gunung yang kemudian diberikan pada saya. Kata mereka secarik awan mendung itu akan sangat membantu.
"Ini akan sangat cukup untukmu seorang diri, maka pergunakanlah dengan baik."
Karena sebelum saya berhasil menemukan perkampungan itu, saya barangkali akan menemukan sebuah sumur yang berbahaya bila airnya di minum. Sumur itu sama sekali tidak boleh disentuh, apalagi meminum airnya.
"Ingat semua pesan kami dengan baik, dan jangan pernah dekati sumur sampai kau menemukan sebuah perkampungan. Bila kau lelah, pejamkan mata, dan sekali lagi, jangan singgah terlalu lama."
Saya mengingat pesan itu dan pamit dengan mengucapkan  terima kasih. Mereka mendoakan saya semoga saya menemukannya. Lagi-lagi saya mengucapkan terima kasih lalu melangkah pergi.
Saya berjalan dan berjalan, menuruni lembah, terus berjalan dan berjalan kemana kaki melangkah tanpa tau arah, saya terus berjalan, sampai kemudian menemukan perkampungan dengan sawah dan ladang yang terbentang luas sejauh mata memandang.