Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Mbah Bajul Numpang Curhat

8 Januari 2020   11:06 Diperbarui: 9 Januari 2020   20:47 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lantas, entah mendapat ilham dari mana, Mbah Bajul berpikir pasti banjir-banjir begini banyak manusia-manusia di Gemblongrejo yang membutuhkan bantuan. Maka ia berusaha mengumpulkan beberapa buaya untuk ikut serta menjadi relawan.

"Inilah saatnya sedulur-sedulurku. Kita harus membantu manusia-manusia yang terkena musibah di Gemblongrejo." Ucap Mbah Bajul meyakinkan buaya-buaya lain.

"Untuk apa Mbah?" Jawab beberapa buaya muda yang kontra terhadap rencana Mbah Bajul.

"Ndeh, kalian ini bagaimana? Kita harus peduli terhadap kesusahan makhluk lain!."

"Apa mereka peduli terhadap kita selama ini?"

"Ya benar Mbah! Kalirejo mereka racuni dengan segala macam benda-benda buatan mereka. Lihat sudah sampai hitam butek begitu, banyak bangsa kita mati karena kali yang diracuni oleh mereka membuat ikan-ikan juga beracun, kita makan ikan penuh sampah, penuh racun! Kulit kita juga jadi busuk karena Kalirejo benar-benar tercemar. Biarlah mereka  makan buah akibat perbuatan mereka sendiri!"


Mbah Bajul tertegun. Benar juga kata buaya-buaya muda itu.  Beliau merasakan betul puluhan tahun lalu. Sebelum kali-kali itu berubah jadi sedemikian rupa. Ketika banyak buaya berjajar nyaman di pinggir-pinggir kali. Bercengkerama sambil ngopi dan menghisap kretek bersama.

Beliau ingat betul. Betapa bahagianya dulu kala itu. Membolos sekolah bersama di bawah rindang pepohonan yang  masih rimbun di pinggirnya, belum dibangun beberapa tembok-tembok pembatas seperti saat ini.

Mbah Bajul jadi kangen saat-saat itu. Kini Tak lagi indah, tak lagi manis. Belum lagi bila melihat di sebelah barat Kalirejo sana, pemukiman-pemukiman jorok manusia yang dengan gampangnya membuang apapun ke Kali membuatnya mual, kadang-kadang kesal juga memikirkannya.

Namun entah mengapa ia tidak bisa menyimpan dendam pada tingkah manusia-manusia bodoh itu. Beliau ingat ajaran-ajaran Kyai ketika dulu masih mengaji sewaktu muda, betapa mulia di mata Tuhan bila membalas keburukan dengan kebaikan.

Mbah Bajul mendesah, jadi agak merasa nelangsa pada buaya-buaya muda itu. Mungkin karena buaya-buaya muda sekarang sudah jarang ngaji, sudah jarang mendapat siraman rohani dan sibuk dengan jeprat-jepret pamer gaya di sosial media, menyumpah serapah, menggunjing, ikut-ikutan menyalah-nyalahkan satu sama lain dan menyimpan dendam. Namun, Mbah Bajul merasa beliau tidak boleh ikut-ikutan menyalah-nyalahkan siapapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun