Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Ayyubi
Muhammad Irfan Ayyubi Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Seorang bapak satu anak. Mahasiswa prodi Sastra Indonesia Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Balada Tongkol

21 November 2019   16:44 Diperbarui: 24 November 2019   17:48 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi menangkap ikan malam-malam. (sumber: pixabay.com)

"Mantu ndak guna kamu, Kol!"

"Seminggu ini? Kol! kamu ndak dapat manusia barang seorang?"

Tongkol diam. Tak perduli Kang Tunakarya, mertuanya itu ngedumel ndak karuan. Seluruh warga Segararejo juga tau, bahwa mertuanya itu berwatak keras dari muda. 

Mertuanya yang pemarah itu membanting-banting barang. Mau dilawan bagaimana lha wong sudah tua. sudah dianggapnya sebagai orangtua sendiri. Ia memilih pergi ke teras karang dan memanfaatkan waktu memperbaiki jala yang agak koyak-koyak sedikit. Daripada bengong.

Tongkol sadar diri. Wajahnya tambah memelas. Sambil memperhatikan jalanya, ia ingat Tunawati, istrinya yang cuma ibu rumah tangga biasa.

Tunawati kadang membantu jualan sayur di pasar, hasilnya ya ndak seberapa ingat anaknya Tukol, yang masih harus bayaran sekolah. Uang tabungan tinggal puluhan ribu. 

Menyesal, jadi Ikan yang goblok waktu dulu di bangku sekolah dasar. Sudah begitu, orangtuanya tidak mampu, akhirnya ia putus sekolah.  

Jadilah dia nelayan yang harus ikut mendarat bersama Pakde Kakap yang memiliki motor kecil yang sudi membantunya untuk mendapatkan nafkah. Itu juga harus mbayar sewanya.

Bagaimana bisa dapat manusia? Lha wong belakangan bahan bakar untuk mendarat saja sudah sebegitu langka. Antrian panjang beratus-ratus kilometer. 

Tongkol membayangkan menginap berhari-hari demi jatah beberapa puluh liter bahan bakar, sungguh jemu. 

Kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi Kabupaten Segararejo beberapa waktu ini memang tentu berdampak pada aktivitas nelayan mencari manusia di darat. Seminggu ini! Gila. Mendarat sudah semakin susah sekarang. 

Manusia-manusia kurang baik kualitasnya, populasinya juga semakin sedikit karena motor-motor besar milik korporasi-korporasi raksasa internasional itu menangkap manusia daam jumlah besar-besaran. 

Sementara itu, budidaya manusia juga kurang, malah dieksploitasi habis-habisan. Juga masalah peledakan rumah-rumah manusia dengan bom oleh oknum ikan-ikan tak bertanggungjawab. 

Ya makin tahun, tangkapan manusia selalu berkurang. Pencurian manusia oleh negara-negara asing juga. Susah sekali dapat manusia belakangan ini, Daratan dekat Segararejo itu sudah banyak sampah, daging manusia banyak yang tercemar limbah industri pula. 

Bila dapat hasil tangkapan manusia, Hiu-Hiu tengkulak itu bukan main kejamnya, membeli manusia hasil tangkapan Tongkol dengan harga murah. Haduh-haduh. pusing kepala Tongkol dengan semua ini. 

Demi merasakan keresahan sang suami, Tunawati menjerang air di dapur, membuatkan kopi dengan sisa setengah sendok bubuk di setoples plastik itu.

"Ocehan Bapak jangan dipikirkan ya, Mas," Ucap Betina itu sambil siripnya mengusap kepala Tongkol.

"Maaf ya Ti, Mas ndak guna ya jadi Suamimu?"

"Hush, istighfar mas, belum sembahyang Ashar kan sampean? Hayuh, itu kopi diseruput, lalu lekas sembahyang dulu."

 Tongkol manut. Menghisap kopinya lalu masuk bersama istrinya ke dalam karang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun