Mohon tunggu...
Ayu Martaning Yogi A
Ayu Martaning Yogi A Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary girl

Menyukai Dunia Literasi, Tertarik pada Topik Ekonomi, Sosial, Budaya, serta Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Financial

Bank Tidak Lagi Aman untuk Menyimpan Uang, Benarkah?

24 September 2022   23:51 Diperbarui: 24 September 2022   23:57 908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Bang Napi, Sumber: tribunnews.com

"Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya, tetapi juga karena ada kesempatan. Waspadalah, waspadalah!"-Bang Napi

Pesan dalam kutipan tersebut identik dengan sosok bang Napi, figur yang muncul di akhir segmen sebuah berita kriminal. Acara tersebut tayang sekitar tahun 2001 hingga 2007. Bagi generasi yang tumbuh di era 2000an tentunya sangat familiar dengan acara tersebut. Meskipun sudah tidak ditayangkan dan sosok pemeran bang Napi pun telah tiada, namun pesan yang disampaikannya masih melekat hingga kini.

Kejahatan memang selalu ada di sekitar kita dengan beragam bentuknya. Sikap waspada menjadi tameng agar kita tidak menjadi korban kejahatan. Terlebih tindak kejahatan masa kini semakin canggih seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi. Kejahatan siber atau pemanfaatan teknologi digital untuk melakukan kejahatan kian marak terjadi.

Kasus pembobolan rekening adalah salah satu bentuk kejahatan siber saat ini. Berdasarkan liputan economy.okezone.com, selama tahun 2022 atau tepatnya per 16 Juni 2022 terdapat sebanyak 433 laporan yang masuk ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait kasus penipuan, pembobolan rekening, skimming, kejahatan siber yang merugikan nasabah bank. Social enginering atau biasa disebut soceng adalah teknik yang digunakan untuk membobol rekening nasabah.

Salah satu kasus pembobolan rekening akibat soceng dialami oleh nasabah BRI di Pangkal Bun. Diberitakan melalui kotawaringinews.co.id, korban mengalami kerugian sebesar Rp274 juta akibat mengikuti instruksi untuk mengisi link yang diberikan oleh seseorang terkait konfirmasi ketidaksetujuan kenaikan tarif administrasi bank. Data-data pribadi korban diunggah melalui link yang ternyata jebakan dari penipu yang kemudian menguras isi rekeningnya.

Kondisi tersebut membuat kita sebagai nasabah bank menjadi was-was dan merasa cemas. Kecemasan tersebut mendorong timbulnya pertanyaan, apakah menyimpan uang di bank masih aman?

Rekening di Bank Terancam Begal

Bank dinilai sebagai tempat yang aman untuk menyimpan uang karena nasabah dapat terhindar dari risiko uang dicuri, dirampok, dimakan rayap, dan berbagai risiko lainnya. Bank tidak hanya menawarkan keamanan, tetapi juga berbagai kemudahan. Ketersediaan ATM untuk setor maupun tarik tunai semakin banyak dijumpai di berbagai lokasi. Para nasabah juga semakin mudah melakukan transaksi dengan layanan internet banking atau mobile banking yang umumnya disediakan oleh bank. Sayangnya, kemudahan tersebut juga berbanding lurus dengan celah kejahatan siber yang merugikan nasabah.

Nasabah terancam kerugian karena adanya begal rekening. Begal ini tidak membawa belati atau senjata api, tetapi menggunakan soceng atau social enginering untuk menjalankan aksinya. Soceng merupakan suatu rekayasa atau manipulasi yang dilakukan individu atau kelompok memperoleh informasi data pribadi atau akses yang mereka inginkan dari korban. Soceng dilakukan dengan manipulasi psikologis yang membuat para korbannya dengan sukarela memberikan data pribadinya. Ketika pelaku memperoleh data yang dapat digunakan untuk akses rekening di bank, maka isi rekening korban bisa ludes dalam hitungan menit.

Misalnya saja untuk mengakses mobile banking diperlukan nomor HP, OTP (One Time Password) yang biasanya dikirim melalui SMS, serta PIN. Saat pelaku berhasil memperoleh data tersebut maka pelaku dengan mudah mengakses rekening korban, kemudian memindahkan isi rekening tersebut ke rekening pelaku atau rekening tampungan lainnya. Bila sudah terjadi demikian, korban hanya bisa gigit jari menyadari isi rekeningnya yang telah raib.

Infografis tentang Jenis Soceng dan Data-data yang Tidak Boleh Dibagikan, Sumber Gambar: Dokumen Pribadi (Sumber Data Tertera pada Gambar)
Infografis tentang Jenis Soceng dan Data-data yang Tidak Boleh Dibagikan, Sumber Gambar: Dokumen Pribadi (Sumber Data Tertera pada Gambar)
Pada umumnya, nasabah paham mengenai data-data apa saja yang hanya boleh diketahui oleh nasabah itu sendiri. Siapa pun termasuk anggota keluarga, bahkan pihak bank tidak boleh mengetahui data atau kode tertentu seperti nomor PIN, password, kode OTP. Sayangnya, modus soceng sering kali membuat korbannya menjadi tertekan secara psikologis. Sang korban menjadi terpedaya dan secara sukarela memberikan data yang diminta oleh pelaku kejahatan itu.

Rekening di bank memang terancam begal karena adanya berbagai modus soceng. Dalam hal ini, nasabah perlu berhati-hati karena pemegang kunci akses rekening ada di tangan nasabah itu sendiri. Memberikannya kepada pihak lain berarti mengizinkannya untuk mengakses rekening tersebut. Oleh karena itu, wajib bagi para nasabah dan kita semua untuk memahami modus soceng dan mewaspadainya untuk meminimalkan potensi menjadi korban begal rekening.

Waspadai Jebakan Soceng dengan Beragam Modusnya!

Soceng memang patut diwaspadai karena semakin marak dan memakan banyak korban. BRI menjadi salah satu bank yang namanya sering dicatut oleh para pelaku soceng untuk menipu nasabahnya. Pemberitahuan mengenai kenaikan tarif administrasi bank, hingga tawaran menjadi Agen Laku Pandai adalah contoh modus yang mengatasnamakan BRI. Berikut merupakan beberapa modus soceng yang mengatasnamakan BRI maupun modus jenis lainnya yang patut diwaspadai:

Perubahan Biaya Administrasi Bulanan

Modus perubahan biaya administrasi bulanan biasanya dilakukan pelaku dengan cara menyebarkan surat pemberitahuan berlogo BRI. Salah satu media penyebarannya melalui pesan Whatsapp. Pada surat tersebut disampaikan bahwa terdapat perubahan tarif dari Rp6.500,00 per bulan menjadi Rp150.000,00 setiap bulannya. Kemudian, terdapat informasi apabila nasabah tidak melakukan konfirmasi maka dianggap setuju dengan perubahan tarif tersebut.

Harapan dari pelaku penyebar surat tersebut adalah terpancingnya penerima pesan untuk memberikan konfirmasi karena tidak setuju dengan perubahan tarif. Ketika penerima pesan sudah terpancing, maka pelaku akan memberikan link untuk mengisi data diri yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk mengakses rekening korban.

Tangkap Layar Pesan Whatsapp Penipuan Perubahan Biaya Administrasi BRI, Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Tangkap Layar Pesan Whatsapp Penipuan Perubahan Biaya Administrasi BRI, Sumber Gambar: Dokumen Pribadi
Bila diperhatikan dengan seksama, surat pemberitahuan yang disebarkan tidak mencerminkan surat resmi dari sebuah instansi. Mulai dari penggunaan tata bahasa yang berantakan, penggunaan huruf kapital yang tidak sesuai kaidah, serta kosakata yang salah dan penulisan yang tidak konsisten, serta berbagai kejanggalan lainnya. Meskipun terdapat versi surat pemberitahuan dengan versi tata bahasa dan penulisan yang lebih baik, penerima pesan sejenis jangan sampai terkecoh dan terjebak untuk memberikan data pribadi apapun alasannya.

Tawaran Menjadi Nasabah Prioritas

Iming-iming keuntungan menjadi nasabah prioritas BRI juga menjadi modus soceng. Biasanya, pelaku membuat iklan melalui media sosial dengan akun yang mirip dengan akun asli BRI. Iklan tersebut berisi promo bahwa nasabah BRI dapat meningkatkan statusnya menjadi nasabah prioritas BRI dengan saldo tabungan/giro/deposito atau gabungan ketiganya minimal 20 juta rupiah. Agar lebih menarik, iklan tersebut menginformasikan bahwa keuntungan menjadi nasabah prioritas adalah bebas biaya bulanan. Selain itu, pelaku juga menambahkan tenggat waktu promo yang cukup singkat.

Contoh Iklan Palsu Promo BRI, Sumber Gambar: Instagram @nasabahbijak
Contoh Iklan Palsu Promo BRI, Sumber Gambar: Instagram @nasabahbijak
Tujuan pelaku memberikan informasi mengenai tenggat waktu promo yang singkat adalah untuk mempengaruhi psikologis para calon korban. Jangka waktu yang singkat membuat calon korban yang tertarik promo menjadi terburu-buru untuk segera memanfaatkannya. Kondisi yang terburu-buru membuat seseorang mengesampingkan logikanya. Pelaku soceng memanfaatkan kondisi tersebut untuk menggali data pribadi korban yang selanjutnya dapat digunakan untuk membobol rekening korban.

Akun Layanan Konsumen Palsu

Media sosial seperti Twitter dan Instagram dapat digunakan oleh pelaku soceng untuk mengelabui nasabah bank. Sasarannya adalah nasabah yang sedang mengalami keluhan atau kendala layanan, kemudian mengadukannya melalui kicauan (tweet) di Twitter atau komentar Instagram. Kicauan atau komentar yang dapat dibaca secara publik tersebut dimanfaatkan oleh pelaku soceng untuk memahami permasalahan tersebut.

Langkah selanjutnya, pelaku mengirimkan pesan kepada calon korban. Pesan dikirimkan melalui akun palsu yang dibuat menyerupai akun resmi bank yang bersangkutan. Pelaku bertindak seolah-olah menanggapi keluhan nasabah, kemudian nasabah yang bersangkutan diminta untuk menyebutkan data-data tertentu atau membuka tautan dan mengisi form yang telah disediakan.

Data yang diminta umumnya adalah PIN, password, OTP, dan nomor kartu ATM. Tujuannya sudah tentu memanfaatkan data tersebut menguras isi rekening korban. Kondisi psikologis yang dimanfaatkan oleh pelaku soceng adalah kondisi ketika korban merasa sangat membutuhkan bantuan. Pada kondisi tersebut, bisa saja korban lengah untuk memeriksa keaslian akun yang mengirimkannya pesan. Hingga akhirnya, ia terjebak menjadi korban soceng.

Tawaran Menjadi Agen Laku Pandai dengan Cara Praktis

Laku Pandai merupakan kependekan dari Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif. Layanan ini merupakan program Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bekerjasama dengan bank dan didukung dengan sistem teknologi informasi. Tujuannya untuk memperluas akses layanan perbankan atau layanan keuangan lainnya di kalangan masyarakat. Selain itu, pihak yang menjadi agen dapat memperoleh keuntungan finansial atas jasa yang disediakan. Contoh Agen Laku Pandai adalah agen BRILink yang merupakan agen dari BRI.

Masyarakat umum dapat mendaftarkan diri menjadi agen dengan memenuhi persyaratan administrasi, serta adanya saldo minimum jumlah tertentu pada bank. Persoalan administrasi yang dianggap rumit sering kali menjadi kendala bagi mereka yang ingin mendaftarkan diri sebagai agen. Kondisi tersebut memberi celah bagi pelaku soceng untuk menjalankan modusnya. Para pelaku berupaya menawarkan jasa cepat tanpa urusan administrasi yang rumit kepada calon korban untuk menjadi agen.

Sedikit berbeda dengan modus soceng lainnya, korban akan digiring untuk mengirimkan sejumlah uang. Pelaku beralasan bahwa uang tersebut digunakan pengiriman mesin EDC sebagai kelengkapan menjadi agen. Dalam hal ini, keinginan serba cepat dan menghindari kerumitan adalah celah yang dimanfaatkan oleh para pelaku soceng.

Modus sebagai Pemenang Giveaway atau Hadiah

Perasaan bahagia ketika memenangkan sesuatu kemudian menerima hadiah adalah persaan yang wajar bagi setiap orang. Namun, emosi kebagiaan itu terkadang juga menjadi celah bagi pelaku kejahatan siber. Menurut penelitian dari Center for Digital Society (CFDS) UGM, sebanyak 66,6% dari total survei terhadap 1.700 responden mengaku pernah mengalami penipuan. Sebagian besar bermodus memperoleh hadiah.

Media sosial, terutama Instagram sering kali merupakan salah satu media promosi bagi pemilik usaha atau instansi tertentu. Program giveaway atau kuis kerap kali dilakukan untuk menjadi sarana promosi atau serta menambah jumlah pengikut di media sosial. Para peserta giveaway atau kuis tersebut dapat dipantau melalui kolom komentar, pencarian tanda pagar (hastags), story Instagram, serta fitur lainnya.

Pelaku soceng yang mengetahui adanya giveaway atau kuis yang berlangsung berupaya menipu dengan membuat akun seolah-olah akun si penyelenggara. Kemudian, pelaku mengirimkan pesan pada sebagian peserta yang telah dipantaunya. Isi pesannya menginfornnasikan bahwa si penerima pesan telah memenangkan giveaway atau kuis yang diikutinya. Kemudian pelaku meminta data-data untuk pengiriman hadiah. Seperti modus soceng pada umumnya, data yang diminta adalah data yang dapat digunakan untuk mengakses rekening bank.

Itulah beberapa di antara beragam modus soceng lainnya yang beredar di kalangan masyarakat. Apapun modusnya tujuan akhirnya adalah menguras rekening bank para korban. Menyikapi ragam modus tersebut, nasabah harus harus berusaha bijak dalam mencerna dan memberikan informasi. Paling tidak, sikap tersebut mampu membentengi dari beragam modus soceng.

Langkah Menjadi Nasabah Bijak

Soceng memang ancaman, namun bukan berarti tidak dapat diantisipasi. Berupaya untuk menjadi nasabah bijak adalah cara untuk membentengi diri dari jebakan soceng. Bijak dalam hal ini adalah bijak dalam berbagi informasi dan mengelola emosi.  

Bijak berbagi informasi dapat diterapkan ketika kita memanfaatkan media sosial. Kegiatan yang sebaiknya dihindari adalah oversharing atau berlebihan membagikan informasi di media sosial. Beberapa di antaranya adalah menampilkan nomor telepon pribadi, mencantumkan nama anggota keluarga, pekerjaan, serta mengunggah foto KTP.

Pengguna media sosial sebaiknya berhati-hati pula ketika mengikuti tren di media sosial seperti tantangan fitur stiker Add Yours yang ada di Instagram. Fitur tersebut digunakan seorang pengguna Instagram mengajak pengguna lainnya mengunggah foto tertentu melalui story Instagram. Misalnya saja ketika ada ajakan sederhana untuk mengunggah foto profil Whatsapp, tanda tanggan, jarak umur dengan pasangan, sebutkan nama panggilan. Terlihat sepele, namun tantangan tersebut bisa jadi jebakan pelaku soceng.

Contoh Fitur Add Yours, Sumber Gambar: Ga;amedia News
Contoh Fitur Add Yours, Sumber Gambar: Ga;amedia News

Langkah selanjutnya menjadi nasabah bijak adalah berusaha bijak mengelola emosi. Manipulasi psikologis kerap dilancarkan pelaku soceng agar korban mau mengikuti kemauannya. Contohnya ketika seseorang mendapat informasi bahwa rekeningnya dibobol orang atau sekadar biaya administrasi bank naik, kemudian ia diminta untuk memberikan data berupa nomor rekening, OTP, PIN, nomor identitas, hingga foto kartu ATM untuk mengatasi permasalahan yang disebutkan. Ketika si penerima informasi panik, maka dengan mudah akan memberikan informasi yang diminta tanpa sadar bahwa itu adalah jebakan.

Pelaku soceng juga dapat memancing korbannya dengan memberikan berita bahagia seperti terpilih sebagai pemenang undian atau giveaway. Kemudian mereka meminta data-data terkait rekening bank milik korban dengan dalil untuk pengiriman hadiah. Sering kali, korban tidak menyadari bahwa di antara data yang diminta terdapat data pribadi yang tidak boleh dibagikan kepada siapa pun. Bukannya untung malah buntung ketika data akses rekening bank jatuh kepada pihak lain. Rasa panik maupun senang yang berlebihan adalah emosi yang dapat membuat seseorang kehilangan logikanya. Oleh karena itu, pengelolaan emosi sangat diperlukan agar kita mampu menjadi nasabah bijak.

Nasabah juga membentengi dirinya dengan memperbanyak literasi keuangan dan digital untuk membentengi diri dari soceng. Edukasi mengenai bahaya soceng serta cara mengindarinya banyak diulas melalui kanal atau media sosial Otoritas Jasa Keuangan (OJK), instansi perbankan, atau akun-akun yang memberikan edukasi serupa. Media sosial "Nasabah Bijak" adalah salah satu akun yang memberikan edukasi mengenai literasi keuangan, perlindungan nasabah, serta kejahatan digital dan cara mengantisipasinya.

Beberapa tips agar kita tidak terjebak soceng dapat dipahami melalui akun-akun tersebut. Selain menjaga kerahasiaan data pribadi dan tidak sembarangan mengunggahnya di media sosial, kita harus waspada terhadap orang yang mengaku sebagai petugas bank dan meminta data pribadi. Cek keaslian nomor telepon, akun media sosial, email, dan website bank ketika ada permintaan tertentu dari media-media tersebut. Sebaiknya, kita mengaktifkan notifikasi transaksi rekening serta histori rekening secara berkala untuk mengecek apakah terjadi penyalahgunaan pada rekening. Selain itu, autentifikasi dua faktor sebaiknya diaktifkan agar keamanan rekening pribadi menjadi berlapis dan sulit dibobol.

Informasi di atas menunjukkan beberapa langkah menjadi nasabah bijak. Mulai dari bijak berbagi informasi, mengelola emosi dan paham literasi. Harapannya, langkah-langkah tersebut dapat menghindarkan kita dan banyak orang lainnya dari jebakan soceng yang pastinya merugikan.

Menyimpan Uang di Bank Masih Tetap Aman

Kredibilitas bank terganggu karena keberadaan soceng. Keamanan bank diragukan seiring banyaknya kasus begal rekening. Kenyataannya memang demikian, namun perlu diketahui bahwa sebenarnya bank memiliki keamanan berlapis untuk menyimpan uang. Bank memiliki brankas khusus yang hanya dapat dibuka oleh petugas tertentu untuk menyimpan uang nasabah. Pada umumnya, seluruh area bangunan dan ruangan di bank juga diawasi oleh kamera CCTV. Selain itu, gedung bank biasanya dilengkapi dengan petugas keamanan yang berjaga 24 jam.

Keamanan bank juga ditunjang dari sisi operasionalnya yaitu pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dana nasabah pun juga aman karena ada jaminan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dana yang disimpan oleh nasabah akan diganti oleh LPS apabila bank mengalami masalah likuiditas atau bahkan kolaps. Aksesbilitas nasabah ke rekeningnya pun ditunjang dengan lapisan keamanan seperti PIN ATM, PIN dan OTP akses ke mobile atau internet banking, token, dan berbagai hal lainnya.

Berbagai lapisan keamanan di bank sebenarnya menunjukkan bahwa bank masih aman sebagai tempat menyimpan uang. Faktor pendorong terbobolnya rekening di bank dapat disebabkan oleh kelalaian nasabah dalam menjaga data pribadi, terutama data yang digunakan untuk mengakses rekening di bank. Menyikapi hal tersebut, instansi perbankan turut memberikan edukasi mengenai bahaya soceng dan cara mencegahnya kepada para nasabah. Edukasi tersebut umumnya diberikan melalui website resmi, serta media sosial masing-masing bank.

Seperti bank-bank lainnya, BRI juga turut mengedukasi para nasabahnya melalui berbagai media. BRI juga menghadirkan para penyuluh digital dalam proses edukasi. Dilansir melalui cnbcindonesia.com, para penyuluh digital yang dihadirkan BRI bertugas memberikan penjelasan mengenai penggunaan media digital yang dapat diakses oleh nasabah BRI seperti BRImo untuk digital banking, layanan kredit BRISPOT, Agen BRILink untuk laku pandai, hingga BRIAPI yang memungkinkan akses untuk pihak ketiga. Selain itu, penyuluh digital juga berperan mengedukasi para nasabah mengenai bahaya soceng yang patut diwaspadai.

Penyuluh Digital sedang Mengedukasi, Sumber Gambar: cnbcindonesia.com
Penyuluh Digital sedang Mengedukasi, Sumber Gambar: cnbcindonesia.com

Kehadiran penyuluh digital dari BRI diharapkan dapat membuat semakin banyak masyarakat yang teredukasi, sehingga korban soceng semakin sedikit. Kita pun dapat turut andil menjadi penyuluh digital di lingkungan sekitar kita dengan bermodal literasi keuangan dan digital. Paling tidak dimulai dari lingkungan keluarga hingga akhirnya menyebar dari mulut ke mulut.

Bebagai fakta tersebut menunjukkan bahwa bank memiliki sistem keamanan yang berlapis-lapis. Pada intinya, bank masih merupakan tempat yang aman untuk menyimpan uang. Kehadiran soceng dan ketidakwaspadaan nasabah adalah faktor yang menyebabkan rekening di bank menjadi tidak aman. Oleh karena itu, kita sebagai nasabah bank harus selalu waspada mengenai kejahatan siber yang mengintai agar rekening kita aman dari pembobolan. Jangan biarkan sedikit celah pun yang menyebakan kita terjebak soceng. Bagaimanapun kondisi ingat selalu pesan Bang Napi, WASPADALAH! WASPADALAH!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun