Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kapan Sikap Marah Anda Menjadi Kekanak-kanakan?

30 Maret 2025   23:08 Diperbarui: 31 Maret 2025   07:43 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang Anda pikirkan saat melihat orang di sekitar Anda sedang marah?

Saya sendiri lebih mengartikan kemarahan sebagai sesuatu yang dekat kepada sikap destruktif. Karena itu saya pasti merasa deg-degan dan tidak nyaman. Tetapi, jika Anda lebih memilih pergi dari tempat kejadian, itu artinya Anda ingin menjaga keadaan emosional Anda agar tetap stabil.

Marah dapat menyampaikan informasi 

Sebenarnya, sikap marah dapat menjadi jembatan yang menghubungkan seseorang dengan pihak lain. Sekaligus, marah juga dapat memberikan informasi tertentu, misalnya: perasaan kecewa, tidak adil, maupun pelanggaran hak, yang tentunya ditunjukkan secara serius.

Bayangkan, jika seorang anak menjadi korban perundungan dan orang tuanya tidak merasa marah, atau tidak merasa keberatan, tentu keselamatan jiwa anak tersebut menjadi terancam.

Dalam situasi semacam ini, sikap marah terbentuk dari reaksi alami otak (fight) untuk melindungi batasan diri dari ancaman yang merugikan. Sayangnya, di beberapa situasi kemarahan terkadang menjadi tidak efektif dan justru terlihat sangat kekanak-kanakan. 

Konsep 5W+1H 

Jika Anda termasuk orang yang mudah marah, apalagi meledak-ledak , memahami konsep 5W+1H berikut ini dapat membantu menemukan akar permasalahannya dan melihat solusi apa yang paling sesuai.

1. What, apa sajakah yang menyebabkan seseorang marah?

  • Adanya tombol emosi, misalnya perasaan disakiti, dipojokkan, diremehkan 
  • Mudah mendapatkan trigger, misalnya merasa tidak dihargai 
  • Komunikasi yang tidak efektif 
  • Ada kesalahan dari orang lain, atau ketidakadilan 
  • Ekspektasi yang tidak tercapai 
  • Kondisi lapar, lelah, mengantuk 

2. Why, mengapa seseorang marah?

Apakah karena kebutuhan mengontrol orang lain, merasa tidak dimengerti,  privasinya terganggu, frustrasi, stres, insecure, ataukah pengalaman tertentu di masa lalu 

3. Who, kepada siapa kemarahan itu ditujukan?

Apakah kepada bawahan di kantor, orang terdekat, atau orang lain di jalan?

4. When, apakah ada pola waktu tertentu, misalnya pagi, saat pulang kerja, atau saat akhir pekan?

5. Where, apakah ada tempat tertentu yang memancing kemarahan. Apakah di rumah, atau di tempat kerja?

1. How, bagaimana kemarahan itu dilakukan? Apakah dengan kalimat destruktif, atau bahkan dengan kekerasan fisik?

Pentingnya mengambil kendali atas diri sendiri 

Kita tahu, anak-anak masih kesulitan mengelola emosi mereka. Anak-anak lebih bersifat spontan dan tidak memikirkan apa  saja dampak di belakang tindakannya. Tetapi orang dewasa sepantasnya dapat mengontrol emosi mereka.

Nah, apa yang harus dilakukan agar sikap marah menjadi lebih elegan dan memberikan hasil?

  •  Beri diri Anda waktu untuk meredakan emosi sebelum menyampaikan perasaan
  • Jangan berteriak apalagi meledak-ledak dengan bahasa yang kasar. Gunakan bahasa yang tenang namun tegas
  • Hindari menyerang pribadi, fokus hanya pada fakta sebenarnya 
  • Menjaga sikap, hindari menunjuk-nunjuk atau bertolak pinggang 
  • Berikan solusi, bukan hanya kemarahan 
  • Sebaiknya mencari waktu yang tepat 
  • Hindari mengonsumsi obat tidur dalam jangka panjang karena ini akan membuat sulit mengendalikan diri 

Waspadai marah yang kekanak-kanakan 

Tantrum, atau marah yang tidak terkendali sebagaimana yang dilakukan anak-anak, dapat menurunkan "nilai" Anda di mata orang lain.

Tidak peduli berapa pun sakitnya apa yang Anda alami, sikap ini justru mendatangkan penilaian negatip yang membuat orang lain menjauhi Anda. 

Sebenarnya, keberadaan emosi dapat memberi manfaat. Emosi memberikan informasi, tergantung bagaimana cara mengelolanya

Melepaskan tumpukan emosi

Salah satu emosi dasar manusia adalah marah. Siapapun bisa marah, tidak terkecuali seorang raja yang dipenuhi kekuasaan sekalipun. Sebaliknya, tidak ada bayi yang dilahirkan untuk menjadi pemarah. 

Marah itu sendiri merupakan tumpukan beban emosional yang terakumulasi dalam waktu lama tentang kejadian-kejadian di masa lalu yang mengancam dan tidak disukai. Kabar buruknya, berbagai penelitian mengatakan dampak negatip marah dapat menurunkan imunitas, memicu penyakit jantung, diabetes,  bahkan stroke.

Hal ini disebabkan cara kerja organ tubuh meningkat, seperti detak jantung, tekanan darah, dan kadar glukosa. ketika gejala menjadi kronis, pembuluh darah menjadi tersumbat dan rusak.

Selain itu, bagian otak yang disebut prefrontal cortex yang terletak di belakang dahi mengalami lonjakan kalsium yang mengakibatkan sel-sel yang sehat menjadi mati. Dengan demikian, kemampuan berpikir logis Anda akan menurun secara drastis hanya dalam waktu singkat.

Untuk itu, daripada Anda melakukan tindakan yang fatal karena marah, dan akan berdampak menghancurkan karir Anda, atau kesehatan Anda secara keseluruhan, mari mengelola emosi dengan cara melepasnya. 

Maafkan diri Anda atas pengalaman-pengalaman masa lalu yang menyakitkan, lalu kemudian memaafkan orang lain. Luaskan hati untuk menerima dinamika yang ada.

Salam sehat 

Kota Kayu, 31 Maret 2025

Bacaan: 

Dampak negatip marah

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun