Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dia Tidak Baik-baik Saja

15 Maret 2023   08:54 Diperbarui: 15 Maret 2023   09:03 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmiogattoeleggenda.it/Pinterest

Ketika saya berjalan dengan suntuk, memandang ke bawah karena rasanya semua terlalu hampa setelah memergoki Matt bercakap-cakap sangat dekat dengan Lisa, dan itu persis seperti gosip di kampus kami. Tiba-tiba saya terkejut dan terhenti, memandangi dengan tidak berkedip sesosok anak bulu yang begitu imut. Apakah saya akan membawanya pulang?

Akhirnya saya memutuskan duduk di dekat anak kucing itu, menunggu dia terbangun dan melihat reaksinya apakah dia menyukai saya atau merasa terancam lalu lari menjauh.

Saya memandanginya dan mencoba mengambil gambarnya dengan kamera ponsel. Dia tampak sangat nyaman tertidur di atas selembar daun yang ditemukannya.

Saya sangat suka kucing. Tepat sekali.

Saat saya masih tinggal bersama mendiang ayah, kami merawat tujuh ekor kucing dan mereka mau makan apa saja.

Anak kucing yang baru berumur dua bulan, memiliki bulu yang sangat lembut untuk disentuh. Saya suka melakukannya, terutama saat saya menunggu ayah dengan perasaan lapar. 

Terkadang ayah hanya membawa pulang sedikit uang dari hasil menjual buku-buku bekas. Maka kami makan semangkuk mi dan anak kucing itu juga menyukainya.

*

Tiba-tiba anak kucing itu membuka matanya. 

Saya melihat pupil matanya mengecil, lalu kedua tangan dan kakinya bergerak saling menjauhi. Mulutnya terbuka dan lidahnya yang kecil terlihat. Dia memanjangkan bagian perutnya sampai puas menggeliat.

"Hai! Apa kau lapar?

Aku tak punya makanan. Tapi kalau kau mau, kau bisa tinggal bersamaku karena kita akan berteman ...."

Dia menatap sambil bersuara pelan. 

Saya mendekatkan tangan, lalu menyentuh kepalanya dan dia tetap di posisinya. Saya memutuskan membawanya tinggal di rumah susun yang saya tempati. Dia bisa menikmati matahari pagi seraya duduk dekat pot bunga. Dia pasti suka.

Sejak itu dan ini adalah hari ke delapan belas karena saya menandainya pada kalender. Saya memberinya nama dan tempat tempat tidur dari sterofom bekas. Saya menyelimutinya dengan wol hangat yang sudah kekecilan dan memberi susu setiap malam.

Saat itulah Matt mengetuk pintu dengan sekotak pizza setelah sekian lama tak mengirim chat atau menelepon. Saya merasa dia melupakanku demi Lisa tetapi saya tidak harus merasa terluka.

"Kau baik-baik saja?" katanya masih degan suara lembut yang dulu. Dia menatap ke dalam mataku dan saya mengamati wajahnya.

Setelah kami duduk di sofa kecil saya tak tahan untuk mengatakan sesuatu padanya, tapi dia lebih dulu berkomentar tentang teman baruku yang asyik tertidur.

"Kau tidak bisa memeliharanya. Kau punya masalah pernapasan serius, bukan?"

Entah saya sedikit mengangguk atau tidak sama sekali. Saya justru melihat Matt begitu kurus di balik jaketnya karena tulang-tulang lehernya lebih menonjol.

"Kau begitu pucat, Matt!" saya tak tahan lagi untuk mengatakannya.

Dia menggenggam tanganku dengan lemah, tidak seperti bulan lalu saat gosip itu belum muncul.

"Aku akan segera meninggalkanmu, Sharah!"

"Aku tahu. Kau bebas melakukannya," saya menyahut.

Terbayang wajah Lisa yang menawan, dan ketenarannya yang tak tertandingi. Saya tak ingin berpura-pura berharga. Saya akan melepaskan Matt untuknya.

*

Minggu sore yang hampa. 

Saya turun dari taksi dengan rangkaian bunga rose putih.

Saya menatap nama Matt yang tertulis dengan font kesukaannya. Ternyata selama ini dia tidak baik-baik saja. Matt digerogoti virus cancer tanpa memberitahu sedikit pun.

Dia berusaha membuat masalah dalam hubungan kami agar aku dapat memutuskannya dan membencinya.

Saya meninggalkan pusaranya dengan hati tak tentu. Mengapa orang baik selalu pergi dengan cepat?

Saya menutup pintu taksi yang menunggu di pintu gerbang. Awan kelabu mulai menutupi langit. Mungkin hujan akan segera turun.

***

Kota Kayu, 15 Maret 2023

Cerpen Ayra Amirah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun