Mohon tunggu...
Aydin Prihantoro
Aydin Prihantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa/PoliteknikSTIALANJakarta

Mahasiswa STIA LAN Jakarta https://lynk.id/broductive

Selanjutnya

Tutup

Financial

Upah Minimum Tak Cukup di Tengah Rupiah Melemah: Wajah Keadilan Sosial di Depok

18 April 2025   14:29 Diperbarui: 18 April 2025   14:29 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam situasi ekonomi yang penuh tekanan akibat pelemahan nilai tukar rupiah, wacana tentang keadilan sosial dalam kebijakan upah minimum kembali menjadi sorotan. Melemahnya rupiah hingga menyentuh Rp 17.000/USD bukan hanya berdampak pada sektor industri atau perdagangan global, tetapi juga langsung menghantam kehidupan sehari-hari para pekerja—terutama mereka yang hanya mengandalkan upah minimum sebagai satu-satunya sumber penghasilan. 

Upah Minimum dan Realitas Hidup di Kota Depok

Kota Depok merupakan salah satu wilayah dengan aktivitas ekonomi padat dan populasi pekerja yang tinggi. Dengan UMK 2024 sebesar Rp 4.878.612, angka ini secara nominal terlihat kompetitif dibanding daerah lain. Namun ketika dikaitkan dengan biaya hidup aktual di wilayah Jabodetabek, terdapat kesenjangan yang signifikan.

Menurut data yang diperoleh dari simulasi perbandingan biaya hidup dan laporan media, kebutuhan dasar seorang individu di Depok—termasuk sewa tempat tinggal, makanan, transportasi, dan komunikasi—berkisar di angka Rp 5,5–6 juta per bulan. Ini berarti, upah minimum bahkan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar, apalagi jika pekerja memiliki tanggungan keluarga.

Inflasi dan Pelemahan Rupiah sebagai Faktor Tekanan Ekonomi

Dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang telah menembus angka Rp 17.000, tekanan inflasi menjadi semakin nyata. Harga bahan pokok, kebutuhan impor, serta biaya transportasi mengalami kenaikan. Inflasi ini tidak secara otomatis diimbangi dengan kenaikan upah, terutama karena penyesuaian upah minimum masih dilakukan berdasarkan formula yang tidak fleksibel terhadap perubahan ekonomi jangka pendek.

Dalam konteks kebijakan, hal ini menunjukkan adanya keterlambatan respons kebijakan upah terhadap kondisi makroekonomi. Ketika harga-harga naik secara cepat, tetapi pendapatan tetap stagnan, maka daya beli masyarakat—terutama pekerja berpenghasilan minimum—akan terus melemah.

Analisis dari Sudut Pandang Kebijakan Publik

Kebijakan upah minimum seharusnya didesain tidak hanya berdasarkan pertimbangan pertumbuhan ekonomi dan iklim investasi, tetapi juga berbasis pada keadilan sosial. Dalam kerangka kebijakan publik, terdapat beberapa prinsip evaluasi:

  1. Keadilan distribusi – Apakah semua pekerja mendapatkan penghasilan yang cukup untuk hidup layak?

  2. Responsivitas kebijakan – Apakah kebijakan cepat merespons perubahan kondisi ekonomi seperti inflasi dan depresiasi mata uang?

  3. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Financial Selengkapnya
    Lihat Financial Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun