Mohon tunggu...
Ayu Rurisa
Ayu Rurisa Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi Teknik Mekanika

Environtmentalist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bedah Novel Perahu Kertas karya Dee Lestari

24 Februari 2018   20:28 Diperbarui: 12 September 2020   08:16 7259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hari Senin. Menjelang pulang kantor, Keenan tidak tahan lagi..."(halaman pdf 357).

Dan yang terakhir adalah daerah Ubud seperti Desa Lodtunduh dimana Rumah sekalius Galeri Pak Wayan bersemayam, pura tempat Luhde bertemu dengan Kugy, dan Pantai Kuta.

"Malam ini ia ikut dengan Banyu dan Agung ke Kuta untuk bertahun baru." (halaman pdf 73).

"Meski terletak di Desa Lodtunduh yang agak jauh dari pusat kota, semua orang di Ubud tahu keberadaan kompleks keluarga satu itu. Di sana tinggallah Pak Wayan dan keluarga besarnya, di sebuah tanah berbukit-lembah yang dilewati sungai dengan luas hampir lima hektar." (halaman pdf 69).

"Sementara Luhde sedang pergi ke pura. Sendirian, Pak Wayan menikmati sore harinya di galeri."(halaman pdf 371).

Satu lagi tempat penting dalam novel ini, tempat dimana Kugy dipertemuan dengan Keenan untuk yang pertama kalinya. Tempat dimana mereka berdua merasakan renungan romansanya. Latar tempat yang digunakan adalah kereta lengkap dengan stasiunnya.


"...tiba-tiba terdengar suara yang sangat ia kenal bergaung lewat speaker seantero stasiun. "Panggilan untuk Keenan penumpang..." (halaman pdf 22).

"Di gang antargerbong yang sempit dan berguncang keras, keduanya berdiri sejenak ... tiga kata yang dibisikkan Keenan: "Bulan, perjalanan, kita ...." Baru ketika duduk di bangkunya yang bersebelahan dengan jendela, Kugy menyadari bahwa bulan bersinar benderang di angkasa ... Tiga kata yang tak sepenuhnya ia pahami, tapi nyata ia alami saat ini. Bulan. Perjalanan. Mereka berdua." (halaman pdf 62).

Dalam Novel ini, pengarang menyusun secara kronologis jalannya waktu dalam cerita. Kebanyakan novel ini mengambil jeda satu bulan untuk memulai peritiwa baru, sehingga terkesan seperti cerita dalam buku harian. Novel ini dimulai dari Juni 1999 hingga hari ini (epilog). Selain itu, penentuan letak pagi, siang, dan malam dalam cerita juga tampak jelas. Dengan metode penemepatan latar waktu yang sedetail ini, novel ini dapat menghadirkan gambaran yang jelas pada pembaca perihal kapankah sebuah peristiwa terjadi.

"Amsterdam, Juni 1999 ..."(halaman pdf 1).

Jakarta, malam tahun baru 2001 ..." (halaman pdf 213).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun