Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Ketika Kematian Semakin Akrab

2 Juli 2021   21:33 Diperbarui: 9 Juli 2021   00:42 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlebih dalam suasana pandemi virus Corona seperti ini. Cilegon -- Cikarang terasa begitu jauh. Saat meninggalnya Uda Raf, salah seorang kerabat keluarga kita di Jakarta, kita pun tak bertemu. Aku datang saat pagi, sedangkan kau tiba sudah sore; aku sudah balik ke Cilegon. 

Esoknya kau meneleponku, menanyakan kabar. Itulah komunikasi terakhir denganmu. 

Ada semacam kegelisahan dalam keluarga kita, bila ada salah seorang dari keluarga kita yang meninggal. Biasanya tak berapa lama kemudian akan terdengar kabar kematian lagi, entah dari pihak keluarga dekat ataupun keluarga jauh. 

Benar saja. Bulan puasa yang lalu, Uni Eli yang tinggal di Prabumulih dikabarkan meninggal. Selang sebulan kemudian Uni Aban yang di Bukittinggi pun menyusul. 

Dan pagi tadi ada masuk video call dari anak gadismu. Suara gemerisik, dan gambar dirimu berbaring di ranjang rumah sakit. Tanganmu diikat dengan sobekan kain putih. 

"Pak Dang. Ayah ... Ayah alah mandahulu ...!" Ada suara tangisan tertahan. 

Aku merasakan suasana yang sangat sunyi, tiba-tiba. 

***

Lebakwana, Juli 2021. 

Catatan. 

Tangka (bahasa Minang) : Tak mau mendengar omong orang lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun