Seharusnya ada ucapan selamat jalan untuk setiap keberangkatan. Agar tak ada yang tertinggal yang nantinya menjadi lamunan. Tapi itu tidak kulakukan. Aku mengantarmu dari kejauhanÂ
Aku masih melihatmu, memandang ke sekeliling terminal. Mengharapkan kehadiranku dengan kejutan-kejutan nakal. Tapi tidak. Kau mengambil sesuatu, dan mengusap matamu. Kau menangis?Â
Awalnya pertengkaran-pertengkaran tak perlu. Aku takut kehilanganmu, sedangkan kau bersikukuh membatu. Heh, Yogya di saat kini berjarak hanya sepelemparan batu, katamu. Dan tentu aku tak dapat mencegahmu
Tiga bulan tak berkabar. Kau pun tak mengirim gambar-gambar. Kau sudah lupa atau kini dadamu berdebar, karena kawan sekampus mengganggumu? Aku terbakarÂ
Aku mengejarmu ke Yogya. Aku menyergapmu di pintu pagar tempat kosmu ( seperti dulu saat aku menyergap bibirmu di kegelapan. "Kau gila, ini bioskop," bisikmu tertahan. Aku tidak tahu lagi jalan cerita film. Kau sendiri tahu? Kau menjawab dengan pipimu yang memerah dadu, seraya mendaratkan cubitan di perutku)Â
Kau terkejut melihatku. Untuk apa jauh-jauh datang ke sini?Â
Jauh? "Jakarta - Yogya kini hanya berjarak sepelemparan batu," aku mengutip kata-katamu. Kamu mendengusÂ
Di warung pinggir jalan aku memesan kopi dan kopi susu. "O, tidak. Satunya diganti teh hangat saja."
Sekarang apa maumu? tanyamuÂ
"Maaf."
Hanya itu?Â