"Aku minta maaf soal ini, Nak. Aku benar-benar minta maaf." Pria jahat itu menggelengkan kepalanya tanda menyerah. "Kupikir kita sudah mencoba semua kemungkinan." Dia mundur dan dokter yang memberiku pendengaran meraih salah satu pena.
Dia menatapnya dengan ragu lalu mencondongkan tubuh ke arahku, menghalangi cahaya di atas kepala. "Aku akan mencoba menyembuhkanmu lagi. Mungkin penyembuhan kedua akan membebani saluran pendengaranmu."
Dia mengangkat bahu, dan tidak ada yang lebih menakutkan daripada dokter yang mengangkat bahu.
Aku memejamkan mata dan menyenandungkan lagu yang kudengar sebelumnya. Aku ingin menganggapnya sebagai lagu yang diputar di pesta pernikahan. Sebuah lagu agung yang penuh cinta, gairah, dan kegembiraan.
Itulah satu-satunya lagu yang akan pernah kukenal dan itu adalah lagu terindah di dunia.
Dimainkan hanya untukku.
Cikarang, 9 Agustus 2024
Â
Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI