Ketika Ngatinem binti Herman pertama kali melamar ke PT Langlang Alam Semesta, Tbk. , dia tahu bahwa lebih baik untuk tidak mencantumkan nama aslinya di curriculum vitae. Dia pernah membaca hasil penelitian yang menunjukkan bahwa orang dengan nama 'etnis' tertentu cenderung mendapat lebih sedikit mendapatkan pekerjaan. Dia akan membuat segalanya lebih mudah, terutama bagi dirinya sendiri.
"Nanti setelah aku berhasil masuk..." dia berkata pada dirinya sendiri sambil menulis nama palsu di CV-nya.
Dia mengubah namanya menjadi Tamitha. Nama yang mudah diingat tanpa menunjukkan suku, agama, dan netral. Mudah diucapkan oleh siapa saja. Dia telah belajar di sekolah dasar bahwa namanya membuat orang lain tidak nyaman. Bibir dan wajah mereka berkerut saat memanggil namanya dalam daftar absensi. Tapi itu dulu  di Poso, dan seperti yang ibunya katakan, "setidaknya mereka mencoba."
"Permisi, Nona," kata sekretaris itu. "Pak Kurniawan akan menemui Anda sekarang."
Ngatinem berterima kasih padanya. Nama di plakat mejanya bertuliskan Zahara L.T. Dia bertanya-tanya apakah itu juga nama palsu, nama lain yang diadopsi untuk bertahan hidup di dunia korporat. Atau mungkin, namanya juga telah diganti, seperti lelucon yang tidak lucu karena dia keturunan Tionghoa WNI.
Dia diantar oleh Zahara L.T. ke ruang konferensi.
"Kita sudah sampai," kata Zahara L.T. "Semoga beruntung."
Kurniawan Surya, SVP Distribusi Global, melambai padanya.
"Selamat pagi, Pak. Terima kasih telah meluangkan waktu untuk bertemu dengan saya hari ini," kata Ngaatinem. Dia diajarkaan untuk selalu bersyukur, pasrah, dan tersenyum.
"Silakan duduk," katanya.