Aku sudah melakukan semua hal dalam daftar keinginanku, tetapi itu semua hal yang biasa, membosankan  - dan mahal. Terbang layang, menonton pertandingan sepak bola di Stadion Jalak Harupat, makan di restoran berbintang lima di puncak pencakar langit.
Aku menginginkan sesuatu yang lebih menantang dan gratis. Jadi aku memutuskan untuk mencoba bagaimana rasanya dipenjara.
Bahkan kebanyakan pembunuh pun tidak tertangkap, dan aku tentu saja tidak ingin membunuh atau merampok siapa pun, atau bahkan mencopet. Aku pernah melihat korban kembali ke mobil mereka dalam keadaan shock, bahkan menangis.
Jadi, ketika aku yakin penjaga sedang mengawasi, aku berdiri di tepi kolam renang kota dan mulai buang air kecil ke air. Tapi dia hanya memasukkan jarinya ke mulut seolah-olah tersedak dan bersiul.
"Jangan pipis sembarangan, orang tua bangka!"
Aku malu sekali dan menyelinap pergi. Aku bahkan tidak ditangkap, apalagi dipenjara.
Lalu aku mencoba mengutil. Untuk memastikan aku akan ditangkap, aku melambaikan tangan ke arah kamera toko elektronik sambil menyelipkan ponsel pintar mahal di balik jaket. Sekuriti mereka yang handal "menangkap"-ku dan berkata, "Untung saja ini Jakarta. Kami tidak menuntut untuk barang di bawah dua puluh lima juta."
Selanjutnya, aku mencoba mengemudi secara ugal-ugalan. Larut malam, jalan tol akhirnya cukup sepi.
Ketika suara cewek di aplikasi peta berkata, "Kamera ETLE di depan," aku memacu hingga kecepatan mencapai  147 kilometer per jam dan keluar-masuk jalur.
Yang aku dapatkan hanyalah surat tilang. Denda lima ratus ribu--- tidak perlu hadir di pengadilan.