Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tolong, Jangan

19 September 2025   22:22 Diperbarui: 19 September 2025   21:27 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

"Tolong, jangan," aku memohon, meletakkan telapak tanganku yang berkeringat di atas meja. Jantungku berdebar kencang. Hanya itu yang terpikir olehku untuk dikatakan.

Tentu saja itu tak cukup.

Mata kasir beralih ke arahku, kembali ke pria bersenjata itu, yang memalingkan muka, memeriksa pelanggan lain. Kasir meraih senjata yang tersembunyi di balik meja kasir. Aku ingin berteriak dan menjerit, meraih dan mengguncangnya, melakukan apa pun untuk menghentikannya.

Tidak ada waktu.

Berkali-kali, dia tidak mau mendengarkanku.

Aku hanya ingin kopi.

Kasir itu usianya lebih tua, mungkin enam puluh tahun. Sesuatu di matanya, bahunya memberitahuku bahwa dia pikir dia bisa menangani apa saja. Aku sudah tahu betapa keras kepalanya dia, betapa frustrasinya dia pada dirinya sendiri. Mengingatkanku pada diriku.

Pria yang bersenjata itu lebih muda, meskipun matanya bagai mati dan kerutan di keningnya menunjukkan bahwa dia sudah sering melakukan kekerasan, dan bahwa dia bersedia melakukannya lebih banyak lagi jika dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Cara dia memegang senjatanya, seolah itu lebih akrab baginya, daripada kata-kata ibu atau anaknya sendiri, membuatku takut. Dan aku tahu dia cepat dalam menggunakannya, lebih cepat daripada kasir tua bersenjata.

Jadi kasir itu mengambil senapannya saat pria bersenjata itu berbalik. Kasir tua menangkap dua butir peluru dengan dadanya, terbang mundur ke pajangan rokok, dan terjatuh ke lantai. Ada darah di mana-mana: di lantai, di konter. Di wajahku. Aku bisa mencicipinya.

Kemudian semuanya diatur ulang kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun