Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nazar

25 Agustus 2025   08:49 Diperbarui: 25 Agustus 2025   08:49 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Tersengal-sengal, tangan Johnny mengais-ngais tepian sungai yang curam dan menangkap sebuah dahan, namun dahan itu patah. Dia menangkap semak-semak rumput liar yang tertanam kuat, tidak yakin berapa lama dia bisa bertahan. Kaki kanannya ditarik ke bawah oleh dua batako yang berat. Lubang hidungnya penuh air dan paru-parunya terasa sakit seolah-olah akan meledak kapan saja.

Beban di kakinya mencegahnya untuk memanjat sisi tebing yang rapuh, namun dengan menggeser jari-jarinya ke pasir, dia merasakan kemungkinan titik-titik cengkeraman. Sebuah benda keras yang menonjol dari tepi sengai memberinya harapan sementara.

Cangkang kura-kura?

Dia hendak memalingkan muka ketika tangannya menyentuh dan gelembung udara kecil keluar dari bawah. Meraih cangkang tersebut, dia melepaskannya dari pasir dan dengan cepat memutarnya sehingga kubahnya menghadap ke atas. Johnny memasukkan wajahnya ke dalam rongga cangkang dan menarik napas dalam-dalam.

Tidak banyak udara yang tersisa, tapi mungkin ini akan memberiku waktu untuk memikirkan rencana matang, pikirnya.

Dia menghembuskan napas, lalu mengambil napas kedua dari cangkang, memperkirakan dia masih punya satu atau dua tarikan napas yang tersisa.

Sia-sia dia mencoba melepaskan tali dari kakinya yang terikat, berharap simpulnya dibuat sembarangan. Ini sangat berat. Mencoba mengiris tali dengan cara menggoreskannya pada batu yang tersangkut di pasir juga terbukti sia-sia. Tali itu menggeser batu seperti siput berlendir di ubin keramik.

Dia menarik napas lagi dari cangkangnya. Jadi beginilah rasanya di dasar di bawah sungai.

Biasanya orang lain yang merasakan ditenggelamkan sementara Johnny berdiri di tepi sungai dan memandang ke bawah, seperti malaikat maut. Bajingan sial yang dia buang ke sungai selama bertahun-tahun sebagian besar adalah debitur. Sisanya adalah pengadu.

Baru kali ini preman lain memandangnya dengan senyum lucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun