Karena tidak mampu lagi menaiki tangga, lelaki tua itu membuka lipatan selimut dan meletakkannya di atas sofa. Selimut yang sama yang mereka bentangkan di halaman rumput, di pantai. Di mana mereka membuang remah-remah makanan, menumpahkan minuman, berpelukan....
Selimut yang melembutkan kehidupan musim liburan mereka.
Dia menyelipkan ujung yang berjumbai di bawah bantal yang tepos, sekencang yang bisa dilakukan oleh jari-jari tangan penderita rematik.
Di musim hujan, tenunan kasar yang menutupi lutut dibiarkannya kedinginan. Kini, saat lebarnya semakin menipis--seperti diriku, pikirnya--selimut itu memberikan kenyamanan. Kenyamanan saat mengharu biru kenangan.
Dia berbaring menyamping, dan memiringkan kepalanya sehingga foto itu memenuhi pandangannya. Berwarna mencolok dan berbintik, hari-hari terbaik: tahun 1980-an, dan dia. Selimutnya, yang masih baru, melindungi kakinya dari gunduk rerumputan yang tajam bergerigi. Cukup lebar untuk menampung tas tangan wanita, keranjang piknik mereka, sepatu kets pria, dirinya, dan dia.
Kaki-kaki--kaki mereka berdua--dan kacamata hitam. Senyum. Gigi depannya tak rata. Lipstik menempel bagai lak penyegel dokumen akta notaris. Dan gaunnya, tentu saja, gaunnya.
Lelaki tua itu menghela napas lemah tanpa energi. Tak ada lagi energi yang dia gunakan untuk berbicara dengannya. Gairah yang dia miliki untuk menciumnya, kehidupan yang dia bagikan dengannya.
"Terlalu lama," katanya dan berbalik, dengan susah payah, untuk menutup kain yang disampirkan di sandaran sofa. Tenunan kekuningan bertabur bunga sakura kini memudar. Memudar seperti kenangan. Kenangan yang semakin pupus saat dia meletakkannya dan menutup matanya.
Jahitan di bahunya mengumpulkan lipatan kain tenun halus. Dia mengelusnya, mengisi tulang selangkanya, bagai membelai payudaranya yang membengkak. Tangan lelaki tua itu bertahan, menggosok-gosok, menghangatkan kain dari luar, seperti detak jantungnya yang menghangatkannya dari dalam.
Lalu ke bawah, sapukan ke pinggang tempat lekuk lingkaran yang sudah lama hilang dari ikat pinggangnya, malah tersangkut di ibu jari. Tegas, seharusnya begitu. Kuat. Dan turun lagi.