Dia berpinggang lebar, tapi bisa membawanya dengan baik, memakainya dengan kaki kokoh. Roknya tidak sependek dulu, tapi dia menyukainya. Masih banyak lagi yang harus dia ungkapkan.
Jari-jarinya menggoda. Diselipkan di atas kulit telanjang, hangat, halus. Cantik. Kaki itu.
Tawanya tidak pernah tertahan lama-lama. Kancing-kancingnya--kancing dari tanduk kerbau yang besar dan lebar--sama sekali tidak mudah untuk dilepaskan. Selalu tersangkut. Pernah marah ketika dia tersesat saat mencoba untuk melepaskan kancing tersebut.
Setiap kancing merupakan pencapaian, lima senti lebih tinggi dari lainnya. Yang terakhir, di titik garis leher, memungkinkannya menyapu kapas ke samping untuk memperlihatkan helai-helai halus yang tersangkut di jari-jarinya yang kasar, menempel di tubuh perempuan yang dicintainya.
Tidak kali ini. Tidak sekarang.Â
Gesekan antara selimut dan kapas tidak cukup untuk mencegah gaun itu terlepas dari sofa dan dari genggamannya. Lagi.
Dia meletakkan telapak tangannya di atas, tidak mampu meraih kain yang jatuh. Tak hilang. Tapi di sana, masih ada di sana: goresan di selimut, gaun yang jatuh, bekas lipstik segel merah ciuman.
Cikarang, 13 Januari 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI