Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Langit di Atas Langit

17 Januari 2024   08:06 Diperbarui: 17 Januari 2024   08:10 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

kita membalik mangkuk biru kecuali satu yang bergaris putih
remaja punk bermohawk menggantung di lampu kristal melihat menembus langit
berubah lagi di hari yang sibukmembuat kita menengadahkan hidung
untuk tahu mereka sedang membakar darah
terapung-apung santai
hanya tetangga saja yang tidak menutup diri
dari mesin kita
neraka kita
berkata dan meludah

sebuah kesadaran yang kita sepakati untuk sekali ini, meskipun langit menjadi ramalan
bagi semua orang yang bisa membaca tanda-tanda
bahan perdebatan seperti yang terpampang
di wajah-wajah bertato besar yang memuja matahari, bulan dan burung gagak

takdir tersenyum di atas demam kita
langit yang digergaji oleh gambaran nyata
membuat kita ingin menguji diri
melawan kekuatan angin kencang
langit suram
langit yang miring
seperti anjing penjaga yang tertidur di kaki mereka

langit yang bergerak
langit yang mengaum
langit yang menjadi saksi perjalanan rahasia kita
meski kita tidak merindukan sawah asal

jika burung gagak tidak berdiam diri
dan tidak meninggalkan jejak kecuali sebagai puisi-puisi
yang biasa disebut oleh para filsuf sebagai naif
maka ada sesuatu di langit
udara, angin, kata
dan pada bulan Januari datanglah suku terasing
dengan gigi-giginya yang rata dari rimba
lalui jalan lintas untuk menggerogoti tepian kerak
kita mengetahui langit dengan cara yang sama
seperti kita mengetahui bahwa kita hidup
melalui puing-puing yang beterbangan
menyintas dari tusukan
dengan cepat dari belahan yang menyeramkan, mengarungi lebih jauh

biru itu hitam
selendang dan beting berkilauan
berserakan di luar
kafan yang kita tahu memudar
pucat karena isyarat

kita sudah mengetahui semuanya
dan menghapus fajar
emas di luar jendela bercampur aroma kopi

warna yang kita harap adalah harapan
matahari kita diluncurkan ke langit
hari-hari mereka
langit tinggi tipis yang hampir tidak kita sadari
saat mengendarai salung nafiri

langit dengan matahari yang merupakan nama
satu kemungkinan kehidupan dan gagasan
yang kita ketahui saat kita menjalaninya
bertanya:

apa yang bukan langit atau di dalam atau di dalamnya---
debu gunung berapi yang mati
bintik-bintik kulit yang terpancar
tungau strontium radiasi
tambang neutrino yang bersinar di kota bisnis
bidadari Cro Magnon serupa malaikat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun