Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Belahan Jiwa

5 Januari 2023   21:27 Diperbarui: 5 Januari 2023   21:46 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meski rumah sakit baru saja direnovasi, bau antiseptiknya tetap sama saja dengan semua rumah sakit. Tidak peduli berapa banyak pemutih yang digunakan, Gustian masih menganggap semua rumah sakit berbau pesing dan kematian.

Andam datang menemui Gustian setelah sepuluh tahun, dan yang ingin Gustian lakukan hanyalah membawanya ke rumah sakit. Andam setuju. Andam hampir selalu membiarkan dia mengajaknya jalan. Hari ini tidak berbeda.

Gustian membimbingnya menaiki tanjakan berhiaskan gambar yang dibuat oleh anak-anak.

Pasien kanker, jelasnya. Bukan Andam yang bersamanya selama berbulan-bulan kemoterapi, melainkan mendiang istrinya.

Gustian membuka pintu kaca dan melangkah bersama Andam ke taman di atap. Jalur kayu melengkung melewati rerumputan dan bakung yang mekar awal. Ada dinding kaca yang menghadap ke cakrawala pusat kota. Andam berjalan ke kaca dan menyentuhnya dengan jari-jarinya dan tersenyum.

"Mengingatkanku pada apartemenmu di Selatan."

Tiba-tiba, Gustian ingat tempat itu. Rumahnya ketika Andam meninggalkannya.

"Kalau kita berdiri dengan cara tertentu, kita bisa melihat Menara Jam."

Gustian ingat itu juga. Ingat malam terakhir Andam di sana. Lengannya melingkari bahu kekasihnya itu, sementara Andam meletakkan dagu di bahunya. Bersyukur Andam ada di sana, tapi masih membencinya karena menyerah pada saat itu.

Dia menikah dengan orang lain. Akhirnya, Gustian juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun