Menutup telepon, Johan kembali ke tempatnya di meja menunggu kedatangan Ratna. Mungkin ada yang salah dengan ponselnya. Dia tidak bisa memikirkan alasan lain mengapa ada gangguan, kecuali hantu Kenang yang mencoba menghentikan perselingkuhan kecil dia dan Ratna. Bagus untuk bahan tawa nanti.
Selama dua puluh menit, dia duduk di meja menunggu. Apa yang membuatnya menungguDia biasanya cepat melakukan hal-hal yang diinginkannya. Tentunya itu tidak sama sekarang. Bukannya dia tipe orang yang akan memanfaatkan siapa saja atau semacamnya. Padahal, biasanya sebaliknya. Setidaknya itu yang dilakukan Kenang.
Ketika Johan mulai khawatir, terdengar suara mobil di jalan masuk. Bangkit untuk membuka pintu depan, dia melirik ke luar jendela dapur. Untuk sesaat, dia merasa melihat sosok di sudut di ujung jalan, tapi kemudian bayangan itu hilang dan bel pintu berdering.
"Kamu lihat orang berdiri di sudut sana waktu kamu masuk?" tanyanya pada Ratna saat gadis iktu melewati pintu.
"Cara yang bagus untuk menyapaku. Kuharap kamu tidak mencoba menakut-nakutiku seperti itu. Aku sudah muak dengan telepon bodohmu tadi."
"Maafkan aku, Sayang. Aku hanya mengira aku melihat seseorang di bawah sana, tapi kurasa itu hanya imajinasiku. Tentang telepon itu juga sedikit menggangguku."
"Ya, Baiklah. Peluk aku dan aku akan merasa jauh lebih baik."
Johan merengkuh Ratna ke dalam pelukannya. Gadis itu membalas pelukannya lebih erat lagi. Sebelum melepaskannya, Johan meremas pantatnya, dan Ratna pura-pura menjerit marah.
"Aku belum siap untuk itu, Johan. Beri aku kesempatan untuk sedikit tenang dulu."
"Tapi aku tidak ingin kamu tenang, sayang."