Joko Seng menyandarkan punggungnya di kursi. 'Tuan Handaka, Anda baru-baru ini bermitra dengan seorang pria bernama David Raja Halomoan. Terlepas dari kesepakatan bisnis Anda, saya mengerti bahwa David meminjam uang dari Anda dari berkali-kali."
"Memang benar," kataku. "Bagaimana kamu bisa tahu itu?"
Dia membuka file di mejanya dan melanjutkan, "Jika informasi saya benar, Anda kehilangan empat miliar dalam bisnis ini. Selain itu, David berutang pada Anda secara pribadi, bukan sebagai utang bisnis, tiga setengah miliar." Dia menutup file itu dan memandangku dengan tenang.
"Benar," jawabku, "tetapi mumpung kita lagi membicarakan utang David padaku, tolong tambahkan dua juta blagi ke total itu."
Giliran Joko yang tampak kaget. "Dua juta lagi?"
"Betul," jawabku. "Beberapa hari yang lalu aku mendapat pesan dqari David yang memintaku untuk bertemu dengannya di sebuah tempat di pantai barat. Surat itu menyiratkan bahwa problem usaha kami telah selesai dan aku akan mendapatkan kembali semua uangku." Aku mengangkat bahu. "Dia tidak muncul, dan puncak dari itu semua, dompetku dicuri. Ada uang dua juta di dalamnya. Biarpun bukan David yang mencurinya sendiri, tapi aku pikir sebaiknya aku masukkannya ke tagihannya."
Joko tersenyum lagi. "Kenapa tidak? Saya mengerti dengan yang Anda maksud."
"Aku senang mendengarnya," kataku dengan ironi yang tak kututupi. "Kebetulan, itu dompet yang sangat bagus."
"Memang," kata Na santai. "Saya juga mengaguminya."
Yang membuatku sangat terkejut, Joko mengeluarkan dompetku dari saku dalam nya dan menyodorkannya ke arahku. "Saya rasa Anda akan menemukan semuanya masih lengkap," gumamnya.
Aku mengambil dompet itu dan memeriksa isinya. Semuanya ada di sana. Tapi masih banyak hal yang harus ku ketahui, bahkan jika Joko memiliki saluran telepon langsung ke Kapolri.