Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Sang Perusak (Bab 4)

14 Agustus 2022   18:24 Diperbarui: 14 Agustus 2022   18:34 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. pri. Ikhwanul Halim

Gejala kejang harus dilaporkan ke Lembaga Berlalulintas Kerajaan, dan Awang tidak akan membiarkan hal itu terjadi padanya.

Awang masih memiliki kemampuan mental penuh, dan dia biasanya mengemudi mobil terbatas pada jarak singkat dari rumahnya ke klinik atau ke rumah sakit terdekat hampir sepanjang waktu. Kecelakaan itu telah membuat temannya menggantikan praktiknya secara permanen tanpa perlu membalas sampai sekarang.

Dia tahu temannya melakukan itu terutama untuk menghapus rasa bersalah, tetapi setiap upaya untuk mengubah pikiran temannya gagal.

Sambil mengerang keras, mata Awang berkedip terbuka dan langsung menyipit karena sinar matahari yang menyilaukan. Kebingungan dan berkedip-kedip, dsia berjuang untuk bersandar dengan siku, pusing mendadak memaksa kelopak matanya kembali menutup.

"Apa-apaan ini," gumamnya tak percaya. "Di mana aku?"

"Tenang saja, Wang," Kuntum menghela napas lega, "kamu terjatuh dan pingsan sebentar...."

Mengabaikan kata-kata Kuntum, Awang mencoba berdiri dengan susah payah. Rasa mual membuatnya nyaris pingsan lagi, tetapi bertahun-tahun melawan perasaan yang sama akibat pengaruh obat-obatan membuatnya berhasil berdiri di atas kedua kaki.

Sakit kepala yang menggetarkan otak yang juga tampaknya membuat tanah bergetar di bawahnya adalah cerita lain. Paracetamol atau Ibuprofen tidak akan menghilangkan yang satu ini, pastinya.

Pikiran itu membuatnya takut sehingga tubuhnya goyah. Kuntum melompat dan meraih lengannya sebelum dia tersandung langkan batu, mundur karena linglung. Gempa susulan besar hampir membuat mereka berdua berlutut sampai dia berhasil menyeret Awang ke tempat yang lebih aman di belakang langkan. Awang bergoyang dalam pelukannya karena berusaha keras untuk melawan kantuk yang menyerang.

Mereka harus segera turun ke lembah sebelum sesuatu yang lebih buruk lagi terjadi. Melangkah dari langkan yang relatif aman, Kuntum mengubah tubuhnya ke posisi duduk dan bersama Awang di depannya, menggunakan batu lepas sebagai wahana selancar, mereka meluncur menuruni lereng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun