Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

100 Penolakan

29 Desember 2021   13:45 Diperbarui: 29 Desember 2021   14:16 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pintu kamar terbuka. Seorang wanita masuk membawa nampan.

"Sudah sadar?" tanyanya.

Aku mengangguk. Kepalaku berdenyut.

"Him, kamu kok bisa tergeletak di jalanan begitu. Sebaiknya nanti kita ke rumah sakit untuk memeriksa kakimu." Aku hanya berkedip. Dia menatapku.

"Astaga! Kamu enggak ingat aku? Aku Ghea! Kita dulu satu SMP."

Dan memori lama mengalir membanjiri kepalaku bagai film hitam putih yang diputar dengan proyektor seluloid 35mm.

Ghea. Gadis manis berkacamata seragam putih biru dengan rambut kuncir kuda. Dulu aku sering menggodanya yang dibalasnya dengan senyum tanpa suara. Di lorong sekolah, kantin, lapangan basket, laboratorium, perpustakaan. Tiga tahun dan hanya itu yang bisa kuingat tentangnya. Bukan 'hanya'. Itulah kenangan termanis bersamanya.

Dia tinggal sendirian. Tak pernah menikah karena merawat mendiang papanya yang sakit-sakitan. Lelaki cinta pertamanya itu meninggal setahun silam.

Singkat cerita, kakiku digips, dan Ghea mengizinkanku tinggal di rumahnya sampai sembuh. Dia bekerja sebagai guru honorer di sebuah Sekolah Dasar. Karena aku sering ditinggal sendiri, dia mengisi rekening tabunganku dengan uang 'sekadar'nya. "Supaya kalau kamu butuh sesuatu bisa pesan online," katanya.

Sebagian uang itu kuputar di pasar modal. Bintang keberuntungan berada di atas kepalaku. Profit yang kudapat dalam enam bulan tergeletak di ranjang melebihi dari apa yang kuhasilkan selama tujuh belas tahun kurang dua minggu pernikahanku dengan mantan. Aku juga mengembangkan hobi baru dalam bidang menulis puisi dan cerpen. Awalnya, tulisanku hanya kuunggah di platform online. 

Dan begitu bisa berjalan lagi, aku melamar Ghea. Kami menikah secara sederhana di KUA.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun