Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lampu Rumah Tua

10 Juni 2021   21:10 Diperbarui: 10 Juni 2021   21:14 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada cahaya sama sekali yang menembus dari luar, seolah-olah rumah itu dikelilingi oleh penghalang yang tak terlihat. Hal ini menurutnya aneh, tetapi dia mengabaikannya begitu melihat cahaya baru muncul dari ruangan di sebelah kirinya.

Dia bergegas menuju ke arah cahaya dengan gaya berjalannya yang tergesa-gesa, menyeret kakinya yang pincang. Dia akan menangkap pelakunya sekarang.

Papan lantai berderit karena berat badannya, dan tongkatnya menambah riuh saat menghantam dengan serangkaian gedebuk tumpul dan tak teratur. Cahaya yang menyilaukan menembus tengkoraknya dan meledak di kepalanya seperti meteor menabrak permukaan planet. Dia melindungi wajahnya dengan lengan dan berjalan dengan membabi buta, menghantam dinding dengan tongkatnya, merusak jaring laba-laba yang menahun usianya dan memaki-maki berandalan yang belum dilihatnya.

Pintu mendadak menutup di belakangnya. Dia berbalik dengan kikuk dan menekan grendelnya berkali-kali tanpa hasil.

"He, anak-anak nakal, di mana kalian?" dia berteriak dalam gelap.

Tak ada yang mendengarnya.

Tidak juga Maya yang berdiri lima meter darinya, mencoba untuk tidak menjerit.

***

Firni Voermann menerobos masuk ke dalam rumah persis seperti pencuri, dan kemudian baru teringat bahwa dia tidak terlalu tangguh ketika lampu mati dan tetap mati cukup lama. Nah, akhirnya, pikirnya. Dia baru saja hendak keluar jika saja ekor matanya tidak melihat cahaya yang berkedip di sisi kanan. Dia mempertimbangkan pilihannya sejenak.

Jika dia pulang sekarang, tidak diragukan lagi dia akan menghabiskan berjam-jam menangis sampai tertidur. Jika dia tinggal di sini untuk menyelidiki, dia bisa mengalihkan perhatiannya. Setidaknya untuk sementara waktu. Dia bisa melampiaskan semua amarahnya kepada siapa pun yang bermain-main dengan lampu ini.

Firni Voermann mungkin memiliki otak yang kerdil, tetapi dia tetap membuat pilihan yang tepat untuk dirinya sendiri. Atau setidaknya, begitu pikirnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun