Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lebaran bersama Calon Mertua

24 Mei 2021   19:19 Diperbarui: 24 Mei 2021   19:25 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Aku menjulurkan kepala mengintip. Tidak ada orang. Tidak ada yang tidur berjalan di sepanjang selasar.

Aku tahu dapur berada di samping ruang makan di ujung koridor, jadi aku berjingkat ke sana, masuk dan menutup pintu, menyalakan lampu senter ponsel murahanku dan memindai sekitar. Akhirnya aku melihat panci di atas kompor gas. Dengan perlahan tanpa suara aku membuka tutupnya dan aku rasanya mau menangis. Karena gembira.

Nasi. Nasi uduk yang harum. Ada telurnya juga. Dengan lembut kuletakkan penutupnya di sisi, mengambil piring dari rak di wastafel dan menumpuk membuat gunung nasi uduk. Menutup panci, duduk dan makan.

Setelah selesai, aku ingin mencuci piring dan kembali tidur ketika melihat panci yang berisi ayam yang disajikan sebelumnya.

Akal sehatku menyuruhku untuk mencuci piring dan kembali ke kamar, tetapi tanganku tanpa sadar mengangkat tutupnya dan, lihatlah, ayam bakar yang lezat! Aku mengambil dua potong dada untuk menyamai rekor Herkules, meletakkannya di piring dan duduk untuk makan.

Kemudian, terjadilah.

Baru saja akan menggigit ayam kedua ketika-entah datang dari mana-seekor tikus besar berlari melintasi kakiku. Aku melompat kaget dan piring itu jatuh dari tanganku, pecah berkeping-keping. Suaranya seperti guntur. Karena terkejut, aku jatuh terjengkang ke belakang dan menabrak kuali berisi nasi yang jatuh menghantam lantai. Bunyinya bagai ledakan bom.

Untuk beberapa saat aku terlalu kaget untuk bergerak. Ketika sadar, naluriku adalah lari ke kamar dan naik tempat tidur berkemul selimut. Lalu aku mendengar suara pintu terbuka dan langkah kaki berlari menuju dapur.

Aku sedang mencari tempat untuk bersembunyi ketika pintu dapur terbuka dan lampu menyala. Jenderal, nyonya jenderal, Chika, saudara-saudaranya, dan laras pistol yang terlihat sebesar moncong meriam, semuanya menatapku.

Aku mengangkat tangan tanda menyerah, sepotong dada ayam di tangan kanan dan ponsel dengan senter menyala di tangan kiri.

Singkat cerita, Chika akan menikah minggu depan dan aku masih tetap menjomlo.

Bandung, 24 Mei 2021

Sumber ilustrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun