(1)Â
kopi pahit dalam cangkir sumbingÂ
roti sumbu dicelupÂ
perlahan daku bergerakÂ
turunÂ
dengkur napasmuÂ
bagai dengung ngengat kawinÂ
di bohlam lampuÂ
perasaanku semakin kiriÂ
kenangan masa laluÂ
mengambang seperti pohon kayuÂ
tumbang
dari hulu sungai
gunung di kepalaku
celana dalam renda merah
bra putih
seperti bendera
tergeletak di lantai
kaki ranjang
untuk pertama kali
seorang buta belajar braille
(2)
aku ada di sana malam itu
kamu mengepalkan tangan
melalui jendela teriak
bersumpah melihat Tuhan
pantulan bayangmu di cermin
teriak semacam mantra
atau puisi: tidak ada yang mengerti
orang-orang di luar jendela
menoleh, bertanya-tanya
binatang apa yang melolong
aku ada di sana malam itu
ketika kamu memecahkan botol bir
di kepala raksasa itu
dan kabur sebelum polisi datang
seharusnya
aku tidak memberi merekaÂ
namamu
aku ada di sana malam itu
ketika kamu ziarah kuburan
satu-satunya manusia
yang pernah menyayangimu:
nenekmu
seperti biasa,
asam tidak enak mulutku
aku ada di sana malam itu
ketika kamu duduk sendiri
di ruang kedatangan bandara
selembar dua puluh ribu
di saku
memperhatikan para penjemput
mencium pipi orang yang mereka cintai
di pintu keluar
aku ada di sana malam itu
ketika mereka membawamu pergi
ke rumah sakit jiwa
agar kamu terbang seperti burung
dan tak pernah kembali
ke bumi
(yang kita kenal)
aku ada di sana siang itu
untuk menabur kata-kata di pusaramu
seperti meja prasmanan layaknya
celana dalam renda merah
bra putih
bersulang untukmu
setelah yang lain pergi
(3)
kita ada di mana-mana kapan saja
memandang wajah Tuhan
Banda Aceh, 12 Juni 2018 - Bandung, 17 Juni 2019