Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

[CLICKompasiana] Bahkan Seniman Jalanan Memimpikan Museum

24 September 2017   21:06 Diperbarui: 24 September 2017   23:12 5304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Sebelumnya....)

"Rasanya hebat, saat lukisan Anda digantung di museum." -- Banksy

"Jalanan adalah museum untuk kita semua!" - Herge

Adalah sebuah gedung yang diresmikan sebagai Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia atau kantor pengadilan Belanda pada tanggal 12 Januari 1870 oleh Gubernur Jenderal Jan Piter Miyer, tak jauh dari Stadhuis (Balaikota). Pada masa penjajahan jepang, gedung tersebut berfungsi menjadi asrama militer, dan sebagai gudang logistik di awal kemerdekaan RI.

Bangunan bergaya arsitektur Romawi -- Yunani itu, pada tahun 1970 -1973 digunakan sebagai kantor Walikota Jakarta Barat, dan kemudian menjadi Kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta.


Pada tanggal 20 Agustus 1976, atas gagasan Wakil Presiden Adam Malik, gedung itu diresmikan sebagai Balai Seni Rupa oleh Presiden Soeharto. 10 Juni 1977, oleh Gubebur DKI Jakarta, Ali Sadikin, sayap gedung dijadikan sebagai Museum Keramik

Pada tahun 1990, Balai Seni Rupa dan Museum Keramik disatukan menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik hingga sekarang.

Dan ketujuh peserta acara Jelajah Museum Kota Tua Bersama CLICKompasiana telah berada di dalamnya, melewati ruang antara sebelum sampai di ruang koleksi keramik.

Figurine Kepala Pria terakota Majapahit (dok. pri)
Figurine Kepala Pria terakota Majapahit (dok. pri)
Koleksi keramik museum ini cukup beragam, mulai dari keramik purba, keramik (dari) kapal tenggelam hingga keramik lokal modern.

Selanjutnya, kami menuju ruang Raden Saleh dengan tangga putar dari besi ke lantai dua.

Ruang Masa Raden Saleh (karya-karya periode 1880 - 1890)

Di ruang ini dipajang lukisan repro karya Raden Saleh, maestro seni lukis romantisme kelahiran Semarang tahun 1807 atau 1811. Bakat seni lukis mengantarkannya mendapat beasiswa untuk belajar hingga ke Belanda dan Jerman. Sempat menjadi pelukis istana di Belanda dan bertualang hingga ke Aljazair yang menjadi inspirasi lukisan tentang hewan-hewan liar, Raden Saleh pulang ke tanah Jawa pada tahun 1851.

Ia membangun tempat tinggal yang mirip istana di Cikini. Sebagian tanahnya yang luas dihibahkan untuk kebun binatangdan taman umum. Tahun 1960, Taman Ismail Marzuki didirikan di atas taman tersebut, sedangkan rumahnya masih berdiri hingga sekarang n menjadi Rumah Sakit PGI Cikini.

Diperkirakan jumlah lukisan Raden Saleh adalah 230 buah, namun yang tersisa hanya sekitar 150 karya saja.

Repro. Perburuan Rusa (Raden Saleh, 1846)
Repro. Perburuan Rusa (Raden Saleh, 1846)
Ruang Masa Mooi Indie (karya-karya periode 1920-an)

Mooi Indie menjadi popular di Hindia Belanda semenjak S. Sudjojono memakainya dalam esainya pada tahun 1939 yang berjudul Kesenian Melukis di Indonesia untuk mengejek pelukis-pelukis pemandangan. Dia mengatakan bahwa lukisan-lukisan pemandangan yang serba bagus, serba enak, romantis bagai di surga, tenang dan damai, hanya mengandung satu arti: Mooi Indie(Hindia Belanda yang Indah).

Para pelukis Indo Belanda (Indische Schilderer) yang karena kelahiran dan tempat tinggalnya di Indonesia (Hindia Belanda) ditambah para pelukis asing yang datang dari berbagai negara Eropa menyebabkan proses asimilasi dan alkulturasi yang kental mempengaruhi corak lukisan Masa Mooi Indie, yang dapat dikenali dari Bentuk atau subyeknya berupa pemandangan alam yang dihiasi gunung, sawah, pohon penuh bunga, pantai atau telaga.

Selain itu kecantikan dan eksotisme wanita-wanita pribumi, baik dalam pose keseharian, sebagai penari, atau pun dalam keadaan setengah telanjang. Laki-Iaki pribumi juga sering muncul sebagai obyek lukisan sebagai orang desa, penari atau bangsawan dalam suasana Hindia Belanda.

Warna yang dipakai untuk mengungkapkan obyek-obyek itu cerah. Karakter garisnya mulai dari yang lembut sampai yang lincah dan spontan, namun tak sampai liar sebagaimana goresan pelukis ekspresionis. Obyek-obyek ditempatkan dalam komposisi yang seimbang sehingga menghasilkan suasana damai.

Ruang Persagi (karya-karya periode 1930-an)

PERSAGI adalah singkatan Persatuan Ahli-Ahli Gambar Indonesia, organisasi yang lahir pada tanggal 23 Oktober 1938 di Jakarta. Sebagai ketua pertama adalah Agus Djaya Suminta dan sekretaris S. Sudjojono. Berdirinya perkumpulan ini dalam upaya mengimbangi lembaga kesenian bentukan penjajah Kunstring yang menghimpun lukisan-lukisan modern. Tujuan PERSAGI adalah agar para seniman lukis Indonesia menciptakan karya seni yang kreatif dan berkepribadan Indonesia.

Ciri -- ciri lukisan pada masa PERSAGI: Mementingkan nilai psikologis, tidak terikat obyek alam, memiliki kepribadian Indonesia, bertema perjuangan rakyat.

Istriku (S. Sodojono, 1956, repro)
Istriku (S. Sodojono, 1956, repro)
Ruang Masa Pendudukan Jepang (karya-karya periode 1942 - 1945)

Pada masa ini seniman lukis tergabung dalam kelompok Keimin Bunka Shidoso. Tujuannya sebagai propaganda pembentukan kekaisaran Asia Timur Raya. Didirikan oleh tentara Dai Nippon dan diawasi oleh Agus Jayasuminta, Otto Jaya, Subanto, Trubus, Henk Ngantung, dan lain-lain.

Tokoh empat serangkai (Ir. Sukarno, Moh. Hatta, KH. Dewantara dan KH. Mas Mansyur) mendirikan PUTRA (Pusat Tenaga Rakyat). Untuk bidang seni lukis ditangani oleh S. Sudjojono dan Affandi.

Ruang Pendirian Sanggar (karya-karya periode 1945 - 1950)

Setelah kemerdekaan, terbentuk kelompok-kelompok seniman lukis Indonesia, diantaranya:

Sanggar Masyarakat pada tahun 1946 dipimpin oleh Affandi. Kemudian berganti nama Seniman Indonesia Muda (SIM) dipimpin oleh S. Sudjojono. Affandi dan Hendra Gunawan keluar dari SIM dan mendirikan Pelukis Rakyat pada tahun 1947.

Akademi Seni Rupa (ASRI) yang didirikan oleh RJ. Katamsi, S.Sudjojono,Hendra Gunawan, Jayengasmoro, Kusnadi dan Sindusisworo pada tahun 1948. Pada tahun 1950, di Bandung berdiri Balai Perguruan Tinggi Guru Gambar yang dipelopori oleh Prof. Syafei Sumarya, Mochtar Apin, Ahmad Sadali, Sujoko, Edi Karta Subarna. Lee Man Fong mendirikan Yin Hua ( perkumpulan pelukis Indonesia keturunan Tionghoa) pada tahun 1955. Yayasan Seni dan Desain Indonesia oleh Gaos Harjasumantri pada tahun 1958. Tahun 1959, Nasar mendirikan Organisasi Seniman Indonesia.

Anjing dan Kucing (Sunarto P.R, 19...)
Anjing dan Kucing (Sunarto P.R, 19...)
Ruang Sekitar Kelahiran Akademis Realisme (karya-karya periode 1950-an)

ASRI yang berdiri tahun 1948 secara formal membuat rumusan-rumusan untuk mencetak seniman-seniman dan calon guru gambar. Tahun 1959 Institut Teknologi Bandung membuka Jurusan Seni Rupa, disusul hal serupa di semua Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) di seluruh Indonesia.

Ruang Seni Rupa Baru Indonesia (karya-karya periode 1960 - sekarang)

Sekitar tahun 1974, muncul kelompok baru dalam seni lukis yang membawa corak baru seni lukis Indonesia. Mereka membebaskan diri dari batasan-batasan seni rupa yang telah ada. Seniman muda yang mempelopori kelompok ini adalah Jim Supangkat, S. Prinka dan Dede Eri Supria. Konsep kelompok ini adalah:

  • Tidak membedakan disiplin seni.
  • Menghilangkan sikap seseorang dalam mengkhususkan penciptaan seni.
  • Mendambakan kreatifitas baru.
  • Membebaskan diri dari batasan-batasan yang sudah mapan.
  • Bersifat eksperimental.

Urban Class (Dede Eri Supria, 1981)
Urban Class (Dede Eri Supria, 1981)
Pameran Lukisan Srihadi

Sebagai itu juga sedang berlangsung pameran lukisan karya Srihadi Soedarsono bertema "Menyingkap Ja(YA)karta" yang akan berlangsung hingga 23 Oktober 2017. Ada dua lukisan yang dipamerkan, yaitu Air Mancar (1973) dan Jayakarta (1975). Kedua lukisan tersebut mempunyai sejarah unik yang berkaitan erat dengan Gubernur Ali Sadikin.

Lukisan 'Air Mancar' dicorat-coret oleh pak Gubernur (lihat gambar). Sebagai permintaan maaf, Ali Sadikin kemudian meminta Srihadi membuatkan sebuah karya untuk mengisi salah satu tembok di gedung Balai Kota menggambarkan kota Jakarta yang bersih. Itulah yang dikenal dengan lukisan Jayakarta.

Air Mancar (Srihadi, 1973)
Air Mancar (Srihadi, 1973)
Kembali kepada dua kutipan di atas.

Banksy, seniman grafiti (lukisan jalanan) yang sangat termasyhur (dan misterius) menginginkan karya-karyanya yang tersebar di banyak lokasi digantung di dalam museum. Tapi menurut Herge pengarang komik Tintin, jalanan adalah museum.

Sebagai penikmat seni, saya percaya yang membuat kita mengagumi sebuah karya seni bukan semata karyanya, nmaun pada visi sang seniman dalam mencipta karyanya. Museum memberi kesempatan pada khalayak ramai untuk selain menikmati koleksinya, juga memahami arti dan sejarahnya.

Bagaimana menurut Anda?

Keramik Kapal Tenggelam
Keramik Kapal Tenggelam
 

Bandung, 24 September 2017

Keterangan: semua foto adalah koleksi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun