Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada "Pengemis Online" Survive Gaya Baru

28 Mei 2020   00:49 Diperbarui: 28 Mei 2020   01:38 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak salah dan tak bisa dihindari jika kata pengemis 'muncul dan kita lekat dengan kata pengemis saat ini, lalu dan ke depan karena tampak di mata. Sesungguhnya tak bisa menyalahkan jika kebutuhan sudah mendesak dengan ketidak berdayaan dan keterbatasan mengemis jadi jalan terakhir.

Apa yang biasa kita lihat biasanya pengemis berpakaian lusuh membawa segembol kain tak tahu isinya berkeliling dari rumah ke rumah. Bisa juga kita temui di jalan atau di lalu-lintas meminta-minta di sela lampu merah jalan raya.

Bahkan penyanyi kebanggaan kita Iwan Fals pernah meng-ilustrasikan ketimpangan sosial dalam sebuah lagu yang berisi upaya sang 'papa' mengharap belas kasih namun dibalut seni politik. 'Siang di Seberang sebuah Istana' yang mengisahkan 'sang papa' yang bisa dilihat dari istana dan mungkin bisa dimaksud istana presiden saat itu. Sudah pasti itu dalam bayangan pendengar mungkin saja kisaran di jalan simpang Harmoni dengan lampu merahnya.

"Seorang anak kecil bertubuh dekil
Tertidur berbantal sebelah lengan
Berselimut debu jalanan

Rindang pohon jalan menunggu rela
Kawan setia sehabis bekerja
Siang di seberang sebuah istana
Siang di seberang istana sang raja
Kotak semir mungil dan sama dekil
Benteng rapuh dari lapar memanggil
Gardu dan mata para penjaga
Saksi nyata....... Yang sudah terbiasa

Saya tak habiskan sampai lirik terakhir dari lagu tersebut biar kita bisa mulai ulasan langsung ke jantung dan hati permasalahan. Bahkan di hidung pemerintahan pusatpun jadi abai ketika melihat lirik tersebut di kala itu entah sekarang. 

Kalau saya salah melihat mungkin saja sudah tak terlihat para kaum papa seperti pengemis berbaju lusuh dan membawa kain gembolan di belakangnya. Semua yang tampak pedagang yang berjualan jajakan mainan ataupun produk lainnya. Entah ini keberhasilan siapa? hilangkan pengemis jasa Satpol PP? 

Kini era sudah berganti dan sang legenda pun sudah mengetahui perkembangan terkini tapi ya sudahlah saya atau siapapun juga tak mau membahas kondisi lapangan. Nah kini zaman sudah berbeda, kini sudah memiliki metoda kekinian dan meyakinkan. Pengemis tak lagi kumuh dan bergembol lusuh pada bagian belakang yang jelas terlihat oleh kita.

Terus bagaimana kaum papa yang ada sekarang? ya berbagai ragam caranya. Terlebih yang memang sangat membutuhkan dan terdesak keadaan memiliki cara sendiri.

Saya tetap menghargai kaum papa yang sesungguhnya membutuhkan tapi di tengah kondisi saat ini muncul istilah 'pengemis online'. Loh koq bisa begitu? ya memang kondisinya seperti itu gaes.

Berita juga muncul mengenai penanganan masalah pengemis online. Hemmm, masalah ini tentu bisa juga jadi penanganan masalah khusus dan bisa jadi nomenklatur baru dalam tupoksi penanganan hal khusus seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun