Mohon tunggu...
Awang Haryadi
Awang Haryadi Mohon Tunggu... Penulis

Antusias pada teknologi Blockchain dan Pemasaran Digital

Selanjutnya

Tutup

Financial

Dampak Kebijakan Tarif AS terhadap Ekonomi Indonesia dalam Konteks Upaya Dedolarisasi BRICS

8 April 2025   12:58 Diperbarui: 8 April 2025   12:58 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Ketidakpastian akibat kebijakan tarif AS juga merambah ke pasar modal. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan akibat sentimen negatif investor, baik domestik maupun asing. Banyak investor memilih menarik dananya dari pasar negara berkembang seperti Indonesia, beralih ke instrumen yang dianggap lebih aman seperti obligasi pemerintah AS atau emas. 

Meski demikian, beberapa sektor masih bisa bertahan atau bahkan memperoleh keuntungan, terutama perusahaan yang berorientasi ekspor ke pasar non-AS atau yang mengandalkan bahan baku lokal. Namun, secara keseluruhan, ketidakpastian ini membuat pasar saham Indonesia bergerak dengan volatilitas tinggi. 

Selain itu Dampak kebijakan tarif AS juga merembes ke industri perbankan. Pengetatan kebijakan suku bunga, penurunan permintaan kredit, dan risiko gagal bayar kredit meningkat seiring dengan kesulitan finansial yang dialami banyak perusahaan. Jika PHK massal terjadi, kemampuan masyarakat untuk membayar cicilan kredit akan menurun, sehingga pemburukan NPL diperkirakan melonjak. Perbankan pun dipaksa untuk meninjau ulang strategi mereka, menaikkan cadangan risiko, atau bahkan mengurangi cakupan perlindungan untuk mengantisipasi risiko yang lebih tinggi. 


 Langkah Strategis untuk Menghadapi Tantangan  

Dalam menghadapi situasi ini, Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis. Pertama, diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara di luar AS, mitra dagang di Asia dan Afrika, bisa mengurangi ketergantungan pada pasar AS. Kedua, diplomasi perdagangan harus diintensifkan untuk mencari solusi yang lebih adil, baik melalui negosiasi bilateral maupun forum multilateral seperti WTO. 

Di tingkat domestik, efisiensi produksi harus ditingkatkan agar produk Indonesia tetap kompetitif di pasar global. Pemerintah juga perlu memperkuat kebijakan moneter dan fiskal untuk menjaga stabilitas rupiah dan mengendalikan inflasi. Bantuan stimulus atau insentif bagi industri yang paling terdampak, seperti tekstil dan manufaktur, bisa menjadi solusi jangka pendek untuk meredam gejolak ekonomi. 

Jika Indonesia mampu mengelola dampak ini dengan bijak---melalui kebijakan yang tepat dan kerja sama dengan negara-negara di luar AS---maka krisis ini justru bisa menjadi momentum untuk membangun fondasi ekonomi yang lebih tangguh di masa depan. Tantangan hari ini mungkin berat, tetapi dengan strategi yang matang, Indonesia bisa melewatinya dan bahkan muncul lebih kuat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun