Mohon tunggu...
Dokter Avis
Dokter Avis Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Anak

Saya dr. Hafiidhaturrahmah namun biasa disapa Avis, dokter umum dari FK Univ Jenderal Soedirman, dokter anak dari Univ Gadjah Mada. Awardee Beasiswa LPDP-PPDS Angkatan 1. Saat ini bekerja di RS Harapan Ibu Purbalingga. Monggo main di blog saya www.dokteravis.net

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dokter Boleh Gak Ngomel ke Pasien?

11 Mei 2014   21:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:37 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya...setelah terpisah dengan sinyal kuat, beberapa waktu terakhir ini saya dimudahkan dengan hari Minggu dimana bisa sekadar melepas rindu berselancar di dunia maya dengan wifi kuat. Sinyal kuat juga berarti saya bisa menelpon atau ditelpon tanpa gangguan.

Dan...lama tak ada kabar, saya terkoneksi kembali dengan rekan sejawat yang mengabdikan diri di salah satu RSUD di pinggiran kota besar. Masih berada di Jawa, tentunya tidak ada masalah begitu pikir saya ketika dia menelpon. Namun ternyata perkiraan saya salah. Justru tantangan untuk dokter di Jawa lebih terasa berat karena harus menghadapi pasien dengan beragam rentang pendidikan yang artinya, butuh kesabaran ekstra. Sebut saya rekan sejawat saya ini Mawar.

Menurut saya, dokter Mawar tipe dokter yang sabar dalam menghadapi pasien walaupun kesehariannya dia bergelut di lini pertama IGD. Tentu saja bagi saya kisahnya kali ini terkait pasien sedikit membuat saya heran. Singkat cerita, baru kali itulah dia merasakan emosi dan sulit terkendalikan ketika menghadapi pasien.

Pasien ini seorang lelaki, berumur 50 tahunan datang dengan kondisi marah-marah dan terus berteriak. Kebetulan dia datang ketika ada pasien lain yang membutuhkan pertolongan lebih dulu berdasarkan tingkatan emergensi namun tak lama rekan saya segera menemui pasien tersebut. Sebut saja Tuan A. Masih dalam kondisi marah-marah dan terus berteriak, si tuan A ini terus mengatakan kalau seluruh tubuhnya sakit.

"Iya bapak...coba cerita bagian mana yang sakit" teman saya mencoba bertanya dengan lembut untuk tahu bagian mana karena usia 50 tahun punya resiko tuk sakit di beragam organ mulai dari jantung, ginjal, otak hingga lainnya.

"Pokoknya semua sakit" dan selalu itu saja yang dikatakan si tuan A walau teman saya mencoba bertanya dengan berbagai variasi.

Karena merasa tidak mendapatkan jawaban, maka teman saya mencoba menanyakan dengan pertanyaan tertutup yang jawabannya ya atau tidak. Ini dimaksud untuk meminimalisir ke arah mana diagnosa akan ditegakkan.

"Apa ada nyeri dada?" dan beragai pertanyaan lain yang oleh si tuan A tidak dijawab malah semakin dimaki-maki.

"Dokter itu tidak perlu tanya-tanya ke saya. Cepat saja obati saya tanpa banyak tanya. Masa kasih obat saja tidak bisa"

Wah di titik ini teman saya masih mencoba berdamai dengan sudah menahan emosi.

"Bapak...saya perlu tahu apa yang bapak rasakan supaya saya bisa diagnosa penyakit bapak dan kasih bapak obat yang tepat"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun