Ahmad pun memberikan informasi tentang indikator bullying pada anak, baik sebagai pelaku, korban, maupun saksi.
Selain materi, sosialisasi ini juga dilengkapi dengan sesi tanya jawab. Orang tua tampak aktif berbagi pengalaman serta mengajukan pertanyaan terkait dengan kasus-kasus bullying yang mereka temui.
"Berdasarkan responsnya, masih ada bentuk-bentuk bullying di sana, baik secara verbal maupun sosial di lingkungan sekitar anak. Beberapa wali murid juga mengungkapkan bahwa kesadaran mereka terhadap isu ini masih beragam, bahkan ada yang dinilai kurang mendukung upaya pencegahan sehingga memilih tidak hadir," jelas Agatha.Â
Kondisi itulah yang membuat Tim PMM Sahabat Tumbuh makin yakin betapa pentingnya meningkatkan kesadaran bersama.Â
"Pihak sekolah umumnya menegur langsung anak yang melakukan, namun untuk tidak lanjut yang melibatkan orang tua, kami belum memperoleh gambaran yang jelas," katanya.Â
Oleh karena itu, mereka mengadakan lomba roleplay yang dirancang agar orang tua dapat mempraktikkan langsung cara menangani situasinya.Â
Dalam lomba ini, peserta yang berani mengajukan diri diminta berperan sebagai orang tua. Kemudian, salah satu mahasiswa berperan sebagai anak. Banyak orang tua yang aktif, bahkan antusias saat mengikuti perlombaan roleplay.Â
Penampilan mereka dinilai bersama oleh Dosen Pembimbing Lapangan dan pemateri. Dari hasil penilaian, diputuskan tiga pemenang.Â
"Setelah kegiatan selesai, beberapa wali murid menyampaikan bahwa mereka jadi lebih memahami cara menghadapi bullying pada anak," ungkap penanggung jawab kegiatan.
Hal ini dianggap sebagai keberhasilan dalam mencapai target kegiatan. Tim PMM Sahabat Tumbuh tidak hanya mampu menyampaikan teori, tetapi juga mempraktikkan secara langsung.