Masyarakat Kota Malang dikenal dengan sifatnya yang lugas dan bangga dengan identitas sebagai arek Malang (Arema) serta menjunjung tinggi kebersamaan dan setia kepada kotanya.Â
Dialek Malang menggunakan bahasa Jawa dengan dialek yang sama seperti Surabaya. Namun, daerah yang ramai oleh wisatawan ini memiliki ragam bahasa khasnya sendiri, bahasa walikan atau bahasa terbalik.
Bahasa walikan ini ditemukan sejak masa kolonial Belanda. Kelompok Gerilya Rakyat Kota (GRK) lah yang pertama kali menemukan dan menggunakannya.Â
Hal ini dilakukan untuk menjamin kerahasiaan dalam berbagi informasi dan pengenal teman atau lawan.Â
Pada beberapa tahun terakhir, ragam bahasa tersebut pun telah berkembang sebagai bahasa gaul. Tidak hanya sebagai identitas Kota Malang, tetapi juga alat komunikasi anak zaman sekarang di media sosial.
Dengan demikian, tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang variasi bentuk walikan yang telah digunakan sebagai bahasa gaul serta pengaruhnya dari masyarakat penutur.Â
Sebab, bahasa tidak akan tercipta jika masyarakat penutur tidak ada. Bahasa juga tidak akan berkembang jika masyarakat tidak melestarikannya.
Variasi Ragam Bahasa Walikan
Sebagai identitas suatu masyarakat (Malang), boso walikan digunakan dalam bahasa Jawa. Proses membaliknya pun bervariasi. Hal ini dapat ditunjukkan sebagai berikut.Â
- ngerti = meN- + arti > mengerti dalam bahasa Indonesia, tetapi jadi ngerti dalam bahasa Jawa. Kemudian, ragam bahasanya memvariasikan ngerti > itreng. Seluruh kata gramatikalnya dibalik, namun penggunaan imbuhan ng- tidak dibalik agar mudah diucapkan.
- kamu > umak
- saya > ayas
Contoh dalam kalimat: Umak itreng a materi iki? = Kamu mengerti materi ini?