Kali ini, aku jadi belajar tentang cara menikmati hidup meskipun harus bertemu ratusan masalah. Sebab, bukankah segala peristiwa dalam hidup tidak sepenuhnya dalam kendali kita (ada batasnya)?Â
Kematian orang tersayang, ditolak kerja, tidak dihargai. Itu semua di luar batas. Aku hanya perlu memilih respons, yang memang sepenuhnya dalam kendaliku. Begitu 'kan cara bekerja stoisisme?
Tahun lalu aku larut dalam kesedihan mendalam, menyalahkan diri sendiri, dan merasa sakit hati pada setiap omongan orang lain. Ditambah, dunia maya yang membuat segala sesuatu tak berbatas, bahkan aku sempat ketakutan membuka Instagram.Â
Aku merasa takut melihat kebahagiaan orang lain. Tak jarang aku membandingkan diriku dengan mereka. Tidak baik, jangan ditiru.Â
Tahun ini akan berbeda, semoga saja, aku mengizinkan diri untuk menangis, tetapi aku menolak emosi itu mengendalikan diriku sepenuhnya.Â
Sebab, emosi negatif bukan sesuatu yang harus diperangi, namun dikendalikan (Manampiring, 2025).
Logikaku pun sudah kerap memberiku ultimatum bahwa setiap orang punya hak berpendapat dan membagikan semua momen (di luar kendali). Respons satu-satunya yang bisa aku arahkan adalah mengurangi media sosial, terutama menilik akun pribadi orang lain.Â
Ramadan, aku akan gunakan kesempatan bulan ini untuk mengontrol emosi, pikiran, persepsi, dan responsku pada peristiwa yang terjadi ke depannya.Â
"Kebahagiaan sejati datang dari hal-hal yang bisa dikendalikan, yaitu pikiran, persepsi, dan pertimbangan kita sendiri" (Manampiring, 2025).
Kalau mau mantraku di akhir tahun kemarin terkabul, alias ketenangan serta sehat jiwa dan raga, aku harus belajar hidup bersama prinsip-prinsip itu 'kan?Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI