[caption id="attachment_162101" align="aligncenter" width="480" caption="rialeephotography.com"][/caption]
.
Mengasuh dan menjaga balita dirumah bukanlah persoalan ringan. Banyak kasus kecelakaan terjadi dalam rumah sebagian besar dialami anak. Kasus-kasus cedera ringan sampai cedera berat, bahkan yang berujung kematian bagaikan fenomena gunung es. Sebagian besar terlaporkan sebagian lainnya menghilang dan menguap begitu saja tanpa adanya kejelasan penyelesaian.
Pada kenyataannya karena satu dan lain hal, sebagian kita dibenturkan pada dilema tak bisa mengurus dan menjaga sendiri buah hati kita. Sebagian besar benturan itu karena faktor pekerjaanatau karir sang ibu yang harus memback-up suami secara finansial. Maka asisten rumah tangga adalah solusi. Mereka bisa datang dari keluarga terdekat seperti ibu, nenek, saudara kandung, atau pilihan terakhir adalah mencari pengasuh seperti baby sitter.
Namun kecelakaan anak dirumah bisa saja terjadi pada siapapun orang dewasa yang mengasuh. Entah itu ibu, kakak, adik, ataupun pengasuh. Umumnya muaranya adalah faktor kelalaian.
Banyak orang tua tidak sadar kelalaian yang mengakibatkan kematian ini dapat membawa sesorang diseret ke ranah hukum. Namun budaya pemakluman masih sangat kental di Indonesia.Hingga kasus-kasus seperti ini sering diselesaikan secara kekeluargaan saja.
Padahal di Amerika, orang tua yang karena kelalaiannya menyebabkan anak-anak cedera, cacat atau bahkan meninggal dunia karena kecelakaan didalam rumah, akan dituntut District Attorney atau jaksa penuntut umum. Tentu saja dengan pasal kelalaian orang tua yang menyebabkan anaknya cedera atau meninggal dunia.
Seperti yang terjadi pada sahabat ibu saya, beberapa tahun silam. Sebut saja ibu Sari. Ia kehilangan anaknya yang berusia 8 bulan akibat tercebur kedalam kolam lele dirumahnya, yang berkedalaman kurang lebih 1.5 meter. Saat itu sang ibu bekerja dan ia dijaga oleh pengasuhnya. Keruhnya air kolam lele, menyebabkan jasad bayi tak cepat terlihat. Dan tak menunggu lama sibayipun meregang nyawa. Tragis. Hingga membuat sang ibu shock dan depresi berkepanjangan sampai harus menjadi pelanggan psikater.
Kasus kedua terjadi pada anak sepupu saya, 14 tahun silam, Sebut saja namanya Doni. Doni kini menjadi seorang anak yang cacat mental dan tuna rungu. Kejadian bermula saat ia bermain bersama temannya yang kebetulan sangat hiperaktif . Mereka bermain dirumah atas penjagaan ibu Doni. Saat lengah, si anak hiperaktif bercanda keras dengan memukulkan stik kayu kearah kepala Doni. Saat itu kepalanya bocor dan dibawa ke rumah sakit terdekat. Siapa sangka setelah itu kemampuan motorik dan kecerdasannya menjadi sangat lambat bahkan menurun. Kini diusia 14 tahun kemampuan berpikir Doni mundur 3 tahun dari usianya. Awalnya ia masih dimasukkan ke sekolah SLB. Belakangan ia tak mampu lagi mengikuti pelajaran sekolah karena keterbatasan pemahamannya. Akhirnya kini ia tak lagi bersekolah. Doni cacat seumur hidupnya akibat brain damage yang dialaminya.
Kasus ketiga terjadi pada kakak seorang sahabat saya. Sebut saja Andi. Diusia setahun ia terjatuh dari gendongan pengasuhnya. Hingga menyebabkan kerusakan pada syarafnya. Seperti Doni, proses tumbuh kembang Andipun melambat bahkan sangat mundur. Ia hanya mampu tersenyum tanpa mampu berucap dan sangat sulit menggerakan anggota badannya. Iapun sering mengalami kejang demam (step). Hingga membuat kondisi fisiknya menurun drastis. Diusia 4 tahun, akhirnya Andi meninggal dunia. Seperti ibu yang lainnya. Rasa bersalah dan depresi dialami ibu Andi. Apalagi bila ia terus mengingat kematian anaknya. Meski kematian adalah takdir.
Kasus terakhir menimpa pasangan suami istri yang merupakan teman sahabat saya. Mereka kehilangan anak perempuan mereka sebut saja Angel. Pada usia kurang lebih 3 tahun, orangtua Angel mengadakan pesta dirumah besar mereka yang difasilitasi kolam renang. Suasana dan kesibukan orang tua menerima tamu-tamu membuat mereka lalai memperhatikan Angel. Angelpun tercebur kedalam kolam renang milik mereka. Dan nyawanya tak tertolong. Ironisnya saling menyalahkan terjadi antara suami dan istri, hingga menyisakan konflik berkepanjangan. Akhirnya pasutri itupun bercerai.